ALKITAB MENURUT MARTIN
LUTHER
(Ditulis oleh Yeftalius Situmeang,S.Th)
1.
Bagaimana
Alkitab Menurut Luther
1.1.
Cara Luther Menafsir
Alkitab
Salah satu hal yang sangat ditekankan oleh Luther
adalah otoritas sebuah Alkitab yang terkenal dengan istilah Sola
Scriptura. Berawal dari latarbelakang peristiwa gereja pada saat itu,
Luther pernah diinterogasi Kardina Catejanus di Ausburg (1518), ketika didesak untuk mengaku salah dan menerima dekrit Paus, Luther dengan tegas
menjawab, "Saya tidak akan muncul dari begitu banyak kesaksian Kitab Suci
yang jelas, hanya karena sebuah dekrit Paus yang bermakna ganda.". Luther
menyatakan pendiriannya dengan terus terang bahwa Paus telah menyelewengkan
Kitab Suci dan itulah yang ditentang oleh Luther.[1]
Luther mengambil pendirian yang
cukup revolusioner dengan menolak otoritas Paus sebagai satu-satunya yang
berhak menafsirkan Alkitab. Pertentangan tidak lagi dielakkan ketika ia melihat
adanya penyimpangan kekuasaan dalam tubuh Gereja Katolik Roma. Kalau hanya kaum
imam yang mengetahui firman Tuhan, maka pertumbuhan iman jemaat melalui Alkitab
tidak akan ada karena mereka tidak diberikan kesempatan untuk membacanya. Sebenarnya
Luther sendiri cenderung konservatif, sejauh mungkin ia berusaha mempertahankan
apa saja yang masih berlaku benar sesuai dengan ajaran Alkitab. Meskipun begitu
pandainya pemikiran atau penafsiran para imam namun dasarnya adalah Alkitab.[2]
Lalu bagaimana pandangan Luther
dalam menafsir Alkitab? Menurutnya, sejauh tafsian para klerus menolong umat
percaya untuk menghampiri Alkitab. Hal ini diungkapkannya, dalam tulisannya
tahun 1520 yaitu Seruan kepada pemimpin-pemimpin Jerman yang berbunyi:
"Tulisan-tulisan dari semua bapa suci hendaknya dibaca hanya untuk
sementara waktu agar melalui tulisan-tulisan itu kita dapat dibimbing kepada
Kitab Suci. Namun ternyata, kita membacanya dan larut di dalamnya.” Luther
menetapkan suatu tolok ukur terhadap ajaran-ajaran Bapa-bapa Gereja, yakni
kesetiaan kepada firman Allah. Ia menegaskan tidak akan memperhatikan Gereja
atau Bapa-bapa Gereja atau rasul-rasul, kecuali mereka menyampaikan dan mengajarkan
Firman Allah yang murni.[3]
Martin Luther adalah
Doktor bagian Kitab Suci, namun ia juga ahli dalam dogmatika. Latarbelakangnya
mempengaruhi cara penafsirannya. Dalam soal
penafsiran Alkitab, Luther sangat serius dengan ketepatan teks Alkitab. Oleh
sebab itu ia sangat memperhatikan pentingnya bahasa Ibrani dan Yunani yang
dipergunakan para penafsir Alkitab untuk mengungkapkan firman Allah. Ia
mempunyai maksud dan tujuan supaya penafsiran lebih dapat
dipertanggungjawabkan, karena ia mengutamakan makna gramatikal dan literal,
kecuali jika konteksnya menghendaki tafsiran yang lain.[4]
1.2.
Sola Scriptura
Sola Scriptura adalah salah satu gerakan
Reformasi selain daripada Sola Fide
dan Sola Gratia. Prinsip penting yang ditegakkan dalam gerakan Reformasi
Sola Scriptura adalah Hanya percaya kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab yang
adalah firman Tuhan, karena hanya Alkitab yang memiliki otoritas tertinggi.
Kalau ditelusuri lebih dalam lagi maka jelaslah bahwa prinsip Sola Scriptura
ada di balik semua perdebatan mengenai pembenaran melalui iman, karena Luther
yakin sekali bahwa kebenaran ini diajarkan di dalam Alkitab.[5]
Prinsip ini sekaligus juga
merupakan prinsip Luther dalam menafsirkan Alkitab, yakni bahwa Alkitab
menafsirkan dirinya sendiri (Scriptura scripture interpres) dan
Alkitab saja sudah cukup tanpa petunjuk otoritatif lainnya. Itulah sebabnya
dalam suatu diskusi tentang ucapan Augustinus mengenai gereja ("Aku tidak
akan percaya pada Injil jika aku tidak percaya pada Gereja"), Luther dapat
mengatakan, Bahkan seandainya Augustinus menggunakan kata-kata ini, siapa yang
memberinya otoritas sehingga kita harus percaya kepada yang dikatakannya? Apa
nats Kitab Suci yang dikutipnya untuk membuktikan pernyataan ini? Bagaimana
kalau ia salah dalam hal ini, seperti yang sering dilakukannya dan juga semua
Bapa gereja?. Pemikiran Martin Luther itu benar, sebenarnya esensi firman bukan
dalam Gereja atau Bapa-bapa Gerejanya tetapi karena Alkitab yang disampaikan
oleh mereka. Ia juga bukan menolak atau anti terhadap Bapa Gereja tetapi yang
ia maksudkan adalah penafsiran yang isinya dirumuskan sesuai dengan ajaran
Alkitab.[6]
Jika diamati dan dibandingkan dengan pendapat di
atas, dapat dianalisis bahwa Allah tentunya
bekerja melalui pelayan-pelayan Gereja namun perlu diketahui secara teologis
sebenarnya adalah peranan Roh Kudus yang memampukan para pembaca Alkitab dan
mengertinya dengan baik dan benar. Dalam kuliah-kuliah ia sering mengatakan:
"Tak seorang pun mengerti ketentuan-ketentuan Allah, kecuali pengertian
itu diberikan kepadanya dari atas, karena kesalahan yang paling menyedihkan
ialah apabila orang menganggap dirinya menafsirkan Kitab Suci dan hukum Allah
dengan berpegang padanya melalui pengertian dan penelitiannya sendiri." Prinsip penafsiran Luther membedakan antara hukum dan
Injil. Menurut Luther Roh itu tersembunyi di dalam huruf karena huruf itu
sendiri memberitakan hanya hukum atau murka Allah, sedangkan Roh membawa firman anugerah atau Injil.[7]
Prinsip Sola Scriptura dengan
jelas mendobrak tirani dari suatu hierarki gerejawi yang sudah menyimpang
karena gereja menempatkan dirinya lebih tinggi dari firman Tuhan. Padahal,
berdasarkan Efesus 2:20 dapat dikatakan bahwa otoritas Alkitab sudah lebih dulu
ada sebelum gereja berdiri karena gereja didirikan di atas dasar pengajaran
para rasul dan para nabi. Pengajaran para rasul dan nabi adalah pengajaran
firman Tuhan, yang jelas bukan hanya lebih tua tetapi juga lebih tinggi dari
pengajaran gereja. Alkitab mampu memberikan penilaian atas gereja sekaligus
memberikan model bagi gereja yang benar. Oleh karena itu
orang Kristen harus didorong
untuk membaca Alkitab, karena Allah yang hidup berbicara kepada umat-Nya secara
langsung dan otoritatif melalui Alkitab.
1.3.
Otoritas /
Kewibawaan Alkitab
Jika gereja dan Bapa-bapa Gereja
pun tunduk kepada otoritas Alkitab, maka penafsiran Alkitab akan benar. Luther
bukan menyangkal hasil konsili-konsili ekumenis tentang peneguhan pokok-pokok
iman purba. Ia mengakui bahwa Roh Kudus hadir dalam konsili-konsili tersebut,
tetapi tetap saja konsili-konsili ini tidak berkuasa merumuskan pokok-pokok
iman yang baru. Ia juga membandingkan bahwa pada waktu konsili rasuli di
Yerusalem pun (Kis. 15) pun tidak menetapkan cara iman yang baru, melainkan
hanya meneguhkan kesimpulan Petrus, yakni bahwa para nenek moyang mereka telah
percaya akan pokok iman ini. Manusia diselamatkan tanpa hukum Taurat, hanya melalui anugerah Kristus.[8]
Pemahaman Luther tentang otoritas
Alkitab sebenarnya tidaklah baru. Kontribusi Luther yang terutama terletak pada
pendiriannya tentang hakikat dan fungsi Alkitab bagi umat percaya. Dalam hal
ini patut dicatat bahwa Alkitab harus diterima dengan iman. Jadi Luther
sebenarnya tidak merumuskan pandangan yang baru, melainkan hanya kembali kepada
keyakinan gereja purba bahwa Alkitab merupakan firman Allah yang membimbing
orang dalam keselamatan dan kehidupan iman. Pada sisi lain, pandangan Luther
tentang dasar yang memberi sifat otoritatif bagi Alkitab juga tidak berbeda
dengan ajaran gereja purba maupun gereja abad pertengahan, yakni: Alkitab
diilhami oleh Roh Allah dengan demikian merupakan firman Allah yang bersifat
otoritatif bagi umat percaya. Sama seperti
tradisi gereja purba, Luther melihat bahwa pada hakikatnya Alkitab berisi dan
berpusat pada Kristus sendiri (Kristosentris).[9] Oleh karena
berpusat kepada Kristus, maka Firman Tuhan tidak lain dari pada pemberitaan
tentang Kristus, Anak Allah dan Anak Daud, Allah sejati dan manusia sejati,
yang oleh kematian dan kebangkitan-Nya telah mengatasi semua dosa manusia dan
maut serta neraka, bagi kita yang percaya kepada Dia. Hakikat kristosentris ini
sekaligus memberi dimensi ajaran keselamatan (Soteriologis) dalam
pandangannya tentang otoritas Alkitab.[10]
M. Luther menolak otoritas
tradisi gereja yang disetarakan dengan otoritas Alkitab. Sebuah catatan perlu
diberikan, guna menghindari kesalahpahaman yang sudah cukup umum. Banyak orang
berpikir bahwa para Reformator percaya kepada otoritas Alkitab yang tanpa
salah, sedangkan gereja Roma Katolik percaya hanya kepada otoritas gereja dan
tradisinya yang tanpa salah dan ini merupakan suatu kekeliruan. Mengapa
menjunjung tinggi otoritas Alkitab itu penting? Jawabannya sederhana sekali:
karena Alkitab adalah firman Tuhan, maka Alkitab dengan sendirinya memiliki
kewibawaan atau otoritas.
Otoritas Alkitab berakar dan
berdasarkan pada fakta bahwa Alkitab diberikan melalui inspirasi Allah sendiri
(2 Tim. 3:16). Inspirasi adalah cara di mana Allah memampukan penulis-penulis
manusia dari Alkitab untuk menulis semua perkataan di bawah pengawasan Allah
sendiri. Kepribadian dan kemanusiawian para penulis Alkitab diakui aktif dalam
proses di mana Roh Allah memimpin mereka dalam proses inspirasi tersebut.
Karena itu apa yang ditulis bukan semata-mata tulisan mereka sendiri tetapi
firman Allah yang sejati. Jadi, otoritas
Alkitab tidak tergantung pada bukti-bukti kehebatan dan kesempurnaannya, tetapi
oleh karena iman yang Roh Kudus sudah kerjakan dalam hidup orang-orang percaya
sehingga mereka mempercayai kebenaran Alkitab dan menaklukkan diri di bawah
otoritas tersebut.[11]
Reformator Luther sebenarnya
ingin menghidupkan kembali kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek gerejawi
yang murni berdasarkan Alkitab. Dia sangat berani dan bersemangat untuk mengembalikan
iman orang Kristen dan kekristenan kepada otoritas Alkitab. Otoritas Alkitab
menekankan bahwa tidak ada yang lain yang harus diakui di dalam gereja sebagai
firman Allah kecuali Alkitab yang ditafsirkan dan diajarkan sesuai dengan
ketentuan dan aturan dari firman-Nya. Jadi Alkitab jangan dipermain-mainkan
atau dipelintir untuk kepentingan seseorang.[12]
Prinsip penafsiran Luther
mencerminkan pendiriannya tentang kedudukan otoritatif tulisan-tulisan dalam
Alkitab. Sebagaimana otoritas kitab-kitab dalam Alkitab tidak dapat disamakan
begitu saja, maka ia juga tidak menyamakan begitu saja otoritas Perjanjian Lama
dengan Perjanjian Baru. Kendati demikian Luther melihat adanya kesatuan di
antara kedua Perjanjian. Alkitab berada dalam satu hakikat sebagai berita
keselamatan di dalam Kristus. Jadi ia lebih cenderung melihat bahwa Perjanjian
Lama adalah buku hukum-hukum, yang mengajarkan apa yang harus dan jangan
dilakukan manusia. Sedangkan Perjanjian Baru adalah buku Injil atau buku
anugerah dan mengajarkan di mana orang dapat memperoleh kuasa untuk memenuhi
hukum itu. Namun hal yang baru telah menjadi lebih besar yaitu pemberitaan
tentang anugerah dan damai di dalam Kristus.[13]
Dengan demikian jelaslah bahwa
otoritas terakhir terletak pada Alkitab sebagai firman Allah. Tradisi-tradisi
dan ajaran-ajaran gereja, baik yang mengikuti ajaran Bapa-bapa Gereja maupun
yang merupakan keputusan konsili-konsili gereja, tidaklah berdampingan sejajar
dengan Alkitab, melainkan harus senantiasa diperhadapkan dengan Alkitab dan
tunduk kepada otoritas Alkitab.
2.
Warisan
Pemahaman Luther dikembangkan Lutheranisme
Pertama-tama, istilah
"Lutheran" bukanlah istilah yang sengaja dibuat oleh Luther karena
bagi Luther gereja hanyalah milik Kristus sendiri. Ia sendiri tidak pernah
bercita-cita menciptakan aliran baru, melainkan hanya membarui praktek-praktek
dan ajaran-ajaran gereja pada zamannya yang telah menyimpang dari ajaran
Alkitab. Namun dalam perkembangan selanjutnya, banyak yang menjadi pengikut
Martin Luther dalam hal pola pikirnya, ajarannya, teologinya, keberanian dan
aksinya yang disebut dengan Lutheran
atau Lutheranisme.
Salah satu
warisan pemahaman Luther yang dikembangkan oleh Lutheranisme adalah doktrin
keselamatan. Berdasarkan Alkitab sangatlah jelas menunjukkan bahwa hakikat
keselamatan bukanlah indulgensia tetapi keselamatan terjadi oleh karena
anugerah Allah melalui penebusan dalam Yesus Kristus. Semua manusia telah berdosa
(Rm. 3:28) dan manusia sama sekali tidak bisa mengupayakan sendiri untuk meraih
keselamatan dirinya (bandingkan Rm. 3:20). Keselamatan juga tidak mungkin
karena perbuatan baik kita, sehingga kita membutuhkan anugerah ilahi agar
selamat. Karena belas kasihan Allah, Allah menyelamatkan manusia melalui
kematian Putera-Nya (Yoh. 3:16). Manusia yang tersesat karena perbuatannya
diselamatkan oleh Allah. “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan manusia
sudah nyata” (Tit. 2:11). Beberapa ayat yang paralel dengan itu antara lain Ef.
2:8,9 dan Rom. 4:16. Keselamatan melalui perbuatan adalah hal yang mustahil,
tetapi keselamatan karena anugerah sudah pasti. Ajaran keselamatan Kristen
berbeda dengan agama-agama lain. Konsep mereka adalah karena berdosa maka
manusia memberi persembahan.[14]
Teologi itu
menunjukkan bahwa perbuatan tidak akan menyelamatkan manusia, sekalipun itu
perbuatan baik. Apalagi dengan cara menjual surat penghapusan dosa yang
didapatkan oleh jemaat melalui uang. Itu sungguh aneh dan sangat kontras dengan
penjelasan di atas, dengan indulgensia maka pengorbanan Kristus telah
diremehkan dan diganti dengan pembelian indulgensia.
Selain itu
Menurut Gary M. Simpson, Luther menghasilkan suatu teologi protes yang berimbas
pada masa kini untuk mengkritik kuasa politik dalam masyarakat sipil di dunia.
Pertama, usaha Luther membangun suatu metode / pendekatan teologi. Kedua,
kritikan Luther berfungsi untuk publik/umum, Ketiga, ia membangun refleksi
hubungan Allah kepada manusia dan menentang penjajahan/kesewenang-wenangan
Katolik Roma.[15]
Semua yang
dilakukan oleh Luther merupakan reformasi atau pembaruan dalam gereja sehingga
muncullah Gereja-gereja yang mengikuti protes dari Martin Luther yang disebut
dengan Kristen Protestan dan dalam perkembangan selanjutnya ada pula yang
disebut dengan Lutheranisme. Kata pembaruan yang dimaksud dalam ini adalah
pandangan Luther dan keyakinannya yang kuat untuk menentang surat indulgensia.
Luther tidak menyangkal bahwa pimpinan Gereja merupakan penting namun jangan
sampai melebihi kuasa Tuhan seperti membuat indulgensia untuk mengampuni dosa
dan kesalahan manusia. Luther mengkritik bahaya yang disebabkan konspirasi
kebusukan dan ketamakan gereja katolik saat itu. Dia juga menjadi orang yang
menginspirasi beberapa reformator gereja seperti Philip Melancthon, Yohanes Calvin,
dll meskipun ajaran mereka tidak sama. Pemikiran-pemikiran Martin Luther
dikembangkan oleh para penganutnya yang disebut dengan lutheranisme, bukan
hanya itu beliau juga Bapak Reformatoris yang menjadi panutan bagi tokoh-tokoh
yang lain.[16]
Selain itu
Luther juga membuat pembaharuan tentang Perjamuan Kudus. Luther memperdalam penjelasan nama perjamuan itu
secara lebih jelas lagi. Perjamuan kudus disebut juga Perjamuan Tuhan, Meja
Tuhan, Komuni Kudus, Pemecahan Roti, dan Ekaristi. (1 Kor. 11:20; 1 Kor. 10:21;
1 Kor 10:16; Kis. 2:42; Mat. 26:26).[17]
Ajaran Luther tentang Perjamuan Kudus menegaskan bahwa roti dan anggur itu
tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus secara materi dan inilah yang
disebut kon-substansiasi. Gereja Lutheran memahami bahwa di dalam Perjamuan
Kudus, Yesus Kristus sungguh-sungguh hadir tanpa merubah keberadaan roti dan
anggur. Namun Dia hadir dalam Perjamuan Kudus ketika umat percaya kepada firman
Tuhan yang diucapkan ketika Perjamuan Kudus dan percaya kepada penebusan yang
dilakukan oleh Yesus Kristus. [18]
Menurut gereja Katolik roti dan angur telah berubah
menjadi tubuh dan darah Kristus (transsubstansiasi) pada saat pelaksanaan
Perjamuan Kudus. Setiap Perjamuan Kudus mereka meyakini bahwa setiap kali missa
dilakukan itu berarti Yesus mengorbankan ulang tubuh dan darah-Nya untuk
keselamatan manusia yang penuh dengan dosa. Ajaran transsubstansiasi ini disahkan
menjadi dogma gereja pada konsili ke-4 di Lateran (1215). Kemudian ajaran ini
dikembangkan oleh Thomas Aquino (1274) dan pada konsili Terente (1545-1563)
ajaran ini diteguhkan dan dikuatkan sebagai jawaban gereja Roma Katolik atas
Reformasi.[19]
Dalam
pemikiran-pemikirannya, Luther mengembangkan teologi berdasarkan Alkitab.
Misalnya Luther membuat makna dari inti sari iman dalam sebuah simbol yang
berdasarkan nats Alkitab yang disebut ‘Mawar Luther’, yaitu:
1.
Allah
yang mengasihi manusia (Yoh. 3:16)
2.
Semua
manusia adalah berdosa (Rom. 3:23)
3.
Yesus
menanggung hukuman kita (Rom. 5:8)
4.
Yesus
bangkit dari kematian (Kor. 15:3-4)
5.
Yesus
menawarkan pengampunan dosa dan hidup yang kekal (Kis. 16:30-31)
6.
Keselamatan
adalah cuma-cuma sebagai pemberian Allah (Ef. 2:8-9)
[1] Lih. R. Bainton, Here I Stand: A
Life of Martin Luther, Abingdon Press, New York, 1950: hlm. 96.
[2] Lih.
J. B. Rogers & D. K. Mc. Kim, The
Authority and Interpretation of the Bible, Harper & Row, San
Fransisco, 1979: hlm. 76.
[3] Lih. H.T.Kerr, A Compend of
Luther's Theolog, Westminster Press, Philadelphia, 1966: hlm. 13.
[4] Lih. H.T.Kerr, Ibid., hlm.
16-17.
[5] Lih. R. C. Sproul, Grace
Unknown: The Heart of Reformed Theology, Grand Rapids, Michigan, 1997:
hlm. 42.
[6] Lih.
J. B. Rogers & D. K. Mc. Kim, Op.Cit.,
hlm. 77.
[7] Bnd. B.M. Gearson, Religious
Thought in the Reformation, Longman, London-New York, 1992: hlm. 68.
[8] Lih. H.T.Kerr, Op.Cit.,
hlm. 153.
[9] Lih. D. L. Baker, Satu Alkitab Dua
Perjanjian, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993: hlm. 132.
[10] Lih. H.
G. Reventlow, "Biblical Authority and Protestant Reformation", dlm The Anchor Bible Dictionary 5,
ed. D. N. Freedman, Double Day, New York, 1992: hlm. 1032.
[11] Lih. J.M. Boice, Foundations
of the Christian Faith, Downers Grove, 1986: hlm. 49.
[12] Lih. Alister E.
McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1999: hlm. 182.
[13] Lih. D. L. Baker, Op.Cit.,
hlm. 38.
[14] Lih. Edward W. A. Koehler, Intisari
Ajaran Kristen, Akademi Lutheran Indonesia, Pematangsiantar, 2012: hlm.
85.
[15] Lih. Karen L. Blooquist (Ed.), Theological
Practices that Matter: Theology in the Life of the Church, Lutheran
University Press, Minneapolis, Minnesota, 2009: hlm. 154.
[16] Bnd. “Dalil Martin Luther dan Refleksinya”
dlm. Majalah Immanuel Edisi Oktober 2013, hlm. 58-59.
[17] Lutheran Heritage Foundation, Landasan
Iman Kristen dengan Penjelasannya, (Concordia Publishing House, 2012),
hal. 225.
[18] Lih. H. Berkhof & I. H.
Enklaar, Sejarah Gereja, BPK
Gunung Mulia, Jakarta, 1993: hlm. 131-132.
[19] Lih. G.C. van Niftrik &
B.J.Boland, Dogmatika Masa Kini, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2010: hlm. 459.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar