04 Juni 2014

Acara Marria Raja / Martonggo Raja Dalam Budaya Batak


Siantar, Hetanews.com


Acara Marria Raja / Martonggo Raja Dalam Budaya Batak
Oleh Yefta Situmeang
            Banyak unsur-unsur yang bisa digali dari orang Batak dan ini mengisyaratkan betapa kaya dan indahnya budaya Batak yang penuh dengan makna dan penghormatan. Salah satu budaya Batak  adalah Marria Raja / Martonggo Raja. Sebelum melakukan budaya Batak ini, terlebih dahulu dibuka oleh doa dan ibadah singkat dari pihak Gereja begitu juga dengan penutupan.
Marria raja adalah kegiatan untuk bermusyarawarah, berkumpul dalam jumlah besar, rapat secara bersama-sama. Marria raja hampir sama dengan martonggo raja, tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Marria raja mengundang Raja ni hula-hula, Dongan Tubu / Dongan Sabutuha, Ianakhon, Raja dan Dongan Sahuta, dan yang lainnya untuk membicarakan dan meminta nasehat atau masukan bagaimana supaya acara pemakaman untuk besoknya berjalan dengan baik dan menentukan siapa-siapa saja yang masuk adat, mendapat ulos dan jambar.
Pada malam ini Hula-hula berhak untuk memberikan nasehat pada keluarga yang ditinggalkan terutama bagi suami / istri yang ditinggalkan.
Sama seperti marria raja, martonggo raja adalah bermusyawarah yang melibatkan Raja ni hula-hula, Dongan Tubu, Ianakhon, Dongan Sahuta, Raja dan Namora ni huta, serta Pemerintah setempat. tetapi dalam ruang lingkup yang lebih besar.
Dalam martonggo raja sudah ada ternak yang dipotong untuk dimakan sebelum diskusi adat untuk orang yang meninggal itu dan biayanya sudah lebih besar. Di beberapa daerah seperti Tapanuli Tengah tidak ada marria raja, tetapi semua diskusi pada malam hari sebelum penguburan disebut dengan martonggo raja.
Dalam kegiatan ini, perkumpulan membicarakan acara pemakaman atau menurunkan ke kuburan (patuathon tu parbandaan) dan adat yang sesuai dengan itu. Termasuk juga membicarakan cara kerja atau apa yang harus dilakukan pada hari pemakaman dan siapa yang berperan dalam adat itu dan siapa yang masuk acara adat. 
Penting untuk diingat bahwa sebelum dan sesudah melakukan tonggo raja harus dibuka dan ditutup dengan doa. Setelah marria raja selesai dan makam mulai larut maka dibuatlah makanan berjaga bagi pelayat orang mati yang disebut Pandungoi. (Yef)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar