03 Mei 2024

Agama (Ikut Juga) Sebagai Institusi Sosial

 

Agama (Ikut Juga) Sebagai Institusi Sosial

PENGERTIAN AGAMA

            Pengertian agama berbeda-beda secara etimologi. Diantaranya adalah: Dalam bahasa Yunani agama adalah threskia yang berarti ungkapan lahiriah dari kepercayaan. Kata ini diterjemahkan dalam kata agama yang disebut ibadah. Fungsi agama adalah melayani Tuhan dan pada umumnya mempunyai nilai-nilai moral yang baik seperti mengasihi sesama manusia, menganugerahkan keselamatan, dan membimbing jemaatnya sehingga nilai-nilai religius itu dijadikan sebagai pedoman hidup yang tinggi.

            Dalam bahasa latin ada tiga kata yaitu Relegere, Relegare, Religare. Relegere artinya memperlakukan, membicarakan. Defenisi agama berarti bagaimana tatanan yang mengatur agar hidup manusia tertib dengan sang pencipta dan manusia. Agama adalah tindakan manusia yang terungkap dalam perkataan, upacara, ritus dan sikap hidup sehari-hari yang begitu hormat terhadap sang pencipta dan mahluk lainnya.

Relegare artinya kebersamaan, persekutuan. Agama adalah salah satu lembaga yang mengikat dan mempersatukan kehidupan manusia baik sesama manusia maupun manusia dengan Tuhan. Religare artinya memperbaiki. Agama adalah kegiatan manusia untuk meraih kembali kedamaian, kerohanian, dan keselamatan hidup dari Tuhan maka agama adalah seperangkat sikap kepercayaan yang terkait dengan kekuatan supranatural dan petunjuk Tuhan kepada manusia melalui perintah Tuhan.

Agama menunjukkan hubungan manusia dengan “Yang Sakral”. Agama sebagai institusi sosial atau organisasi yang memiliki relasi-relasi, peranan-peranan, pola-pola kelakuan dan hukum yang mengatur dan hal ini tidak bisa terlepas dari kebudayaan manusia. Oleh karena itu agama merupakan sistem sosial yang merangkum lahiriah dan batiniah yang dijalankan oleh para penganutnya. Bukti bahwa agama tidak terlepas dari kebudayaan masyarakat adalah adanya lambang-lambang keagamaan.

Fungsi religius adalah melayani Tuhan, menganugerahkan keselamatan, dan membimbing jemaatnya. Apabila nilai-nilai religius dijadikan sebagai pedoman yang tinggi dan untuk menjaga kelestariannya maka diperlukan suatu lembaga keagamaan. Karena institusi memiliki kekuasaan untuk mencegah ancaman kepunahan dan mempertahankan eksistensinya. Sedangkan para sosiolog berpendapat defenisi agama sangat luas tetapi mereka memusatkan agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku dan peranan-peranan dari kelompok-kelompok masyarakat. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia dengan makna kehidupannya dalam alam semesta. Dan yang ekstremnya agama dapat membuat keteraturan dan kebahagiaan tetapi juga bisa membuat kekejaman dan ketakutan.

Fakta-fakta proses agama yang mengalami institusi seperti adanya Agama-agama kesukuan yang tidak mengenal pendiri dan asal-usul agama tersebut. Proses nilai-nilai religius yang menjadi institusi itu tidak dapat dihindari dan itu merupakan bagian dari perubahan peradaban manusia. Sebagai contoh Kristen mengakui Yesus adalah awal dari Kristen. Ia mengutus murid-murid-Nya untuk mengabarkan ajaran-Nya sehingga seiring berjalan waktu pengikut Kristen pun makin banyak.

Para sosiolog mengartikan agama dengan melihat manusia sebagai pelaku, dan menekankan bagaimana menggunakan agama dalam kehidupan sosialnya. Menurut Durkheim dan Freud mengemukakan landasan-landasan agama bersifat naluri dan emosi. Agama merupakan hasil dari kebudayaan manusia dan menjadi sarana yang dipakai untuk membandingkan pengalaman, pikiran, perasaan dan perbuatan yang tidak terjangkau manusia dianggap sebagai “Yang Sakral”.

Konsep tentang agama tidak dapat terpisahkan dari pandangan hidup masyarakat dan perasaan mereka terhadap apa yang dianggap sakral atau suci. Sakral berkaitan dengan hal-hal yang penuh misteri yang mengagumkan dan menakutkan. Sakral mempunyai lambang dan yang tidak kelihatan (abstrak). Sikap mental yang didukung perasaaan manusia turut menentukan kesakralan. Untuk menghindari pencemaran kesucian maka benda-benda sakral dilindungi hal-hal yang dianggap tabu. Agama berusaha menjelaskan asal-usul sesuatu. Kepercayaan keagamaan dirinci dalam teologi yang dikupas secara ilmiah. Agama berhubungan erat dengan kepercayaan kepada satu Tuhan.

Untuk memahami agama secara sosiologis, ibadat atau upacara keagamaan adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif. Ritus menyatakan konteks tingkah laku. Ritus akan efektif apabila orang-orang berkumpul bersama. Jadi kelompok itu mempunyai kepercayaan yang sama dan menjadi suatu masyarakat moral. Kebiasaan pada kelompok mempengaruhi adat istiadat.

Unsur-unsur agama yang diinstitusikan meliputi: Unsur pengajaran dan pelayanan, unsur pimpinan dan kekuasaan, status jabatan dan peranan, dan disiplin keagamaan. Dalam pengajaran ada dua cara pengajaran yaitu mitologi dan teologi. Mitologi melihat alam dan mengungkapkan rahasia-rahasia alam disekitarnya. Teologi berawal dari rumusan-rumusan ajaran lalu para ahli agama mengkaji dan menjamin kemurnian ajaran iman.

Kepemimpinan dalam agama tidak lepas dari tuntutan sosiologi yaitu organisasi yang sangat membutuhkan pemimpin. Jabatan dalam agama berperan untuk melayani masyarakat misalnya pelayanan peribadatan dalam pernikahan, kematian, dan lain-lain. Dan sebelum menerima jabatan, pemimpin itu terlebih dahulu dipilih dan ditahbiskan.

Oleh karena agama memiliki sistem organisasi maka para penganutnya membutuhkan tata tertib hukum dan itu merupakan suatu keharusan sosiologis. Contohnya Gereja Katolik Roma yang memiliki jemaat yang banyak dimana para pemimpinnya memiliki kuasa untuk mengatur dalam kerohanian, dan memberlakukan peraturan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar