15 Mei 2024

Bahasan “JUJUR TERHADAP PIETISME karya Pdt. Leonard Hale, M.Th”

 

Bahasan “JUJUR TERHADAP PIETISME karya Pdt. Leonard Hale, M.Th”

 

I.       Pendahuluan

Sajian ini adalah bahasan terhadap buku yang berjudul “Jujur Terhadap Pietisme” karangan dari Pdt. Leonard Hale, M.Th yang diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia yang telah ditentukan sesuai dengan silabus perkuliahan Sejarah Agama Kristiani. Didalam buku ini akan dibahas tentang Jujur Terhadap Pietisme.

Perlu kita ketahui bahwa tanpa Pietisme tidak bisa kita bayangkan bagaimana injil itu bisa masuk ke Indonesia, sebab tokoh-tokoh pekabaran injil yang bekerja di Indonesia melalui badan-badan pekabaran injil adalah tokoh-tokoh yang dipengaruhi oleh Pietisme. Dengan tidak menutup mata terhadap kekurangan-kekurangan aliran ini, pietisme telah meninggalkan warisan-warisan berharga dalam Gereja-gereja di Indonesia. Oleh karena itu seharusnya warisan-warisan ini dipelihara dan dikembangkan. Akan tetapi selalu ditemukan ambisi dalam penilaian terhadap pietisme. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang utuh dan tepat tentang Pietisme. Sejak abad ke-17 sampai dengan teolog-teolog ternama abad ini, kadang-kadang memberikan kritik mereka yang berat sebelah karena terlalu ditentukan oleh visi dan titik tolak mereka. Maka dari itu dalam isi sajian ini akan dibahas lebih dalam lagi tentang jujur terhadap pietisme.

  

II.    Isi

2.1.   Munculnya Pietisme

Sekitar tahun 1677 di Darmstadt, istilah pietisme muncul dan menjadi popular dikalangan gereja-gereja Lutheran. Kata Pietisme dipergunakan sebagai ejekan terhadap kelompok-kelompok orang yang hidup saleh. Yang pada waktu itu tumbuh dan berkembang dalam gereja-gereja Lutheran. Menurut penilaian pada waktu itu, kesalehan mereka terlalu berlebihan. Tetapi lama-kelamaan negatif dari kata itu mulai hilang, bahkan Pietisme menjadi tanda pengenal atau nama aliran itu. Kelompok-kelompok yang hidup saleh sebenarnya bukan kelompok yang terlalu terbuka pada semua orang. Sejak tahun 1669 kelompok ini untuk pertama kalinya didirikan oleh Spener, dalam rangka memberi arti dan memanfaatkan kehidupan orang-orang Kristen. Spener mengatakan “Daripada waktu dalam seminggu anggota-anggota jemaat hanya menghabiskan waktu mereka untuk bermabuk-mabukan, berjudi maka lebih baik mereka memanfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan yang bersifat membangun”. Karena dengan cara itulah yang membuat kesalehan itu akan berkembang.

Prakarsa Spener untuk membentuk kelompok-kelompok saleh pada waktu itu dirasakan sebagai sebuah kebutuhan yang mendesak, sebab Jerman sedang dilanda kemerosotan moral yang luar biasa akibat perang selama 30 tahun (1618-1648). Perang ini merupakan perang antara penganut-penganut Khatolik Roma dan reformasi. Ini merupakan suatu perang dengan latar belakang agama, tetapi ternyata menghancurkan semua nilai-nilai agama. Budaya manusia hancur, moral yang merosot, dan banyak gedung gereja yang ditutup. Perang ini diakhiri dengan perjanjian Munster pada tahun 1648, tetapi akibat perang itu dalam semua bidang kehidupan semua itu sangat tidak baik. Contohnya, banyak desa-desa yang musnah, rumah-rumah dan kebun dibakar, banyak penyakit yang menular dan perlakuan yang tidak memiliki moral banyak terjadi.

Pada pertengahan abad ke-17, suasana itu masih terasa. Fanatisme merajalela dikalang orang-orang Ortodoks dan ajaran selalu mendapat penekanan utama. Dalam situasi seperti inilah muncul aliran Pietisme. Ditengah-tengah pertentangan ajaran yang tidak berkesudahan, mereka akan menekankan etika. Ketika idea atau gagasan ditekankan maka orang-orang Pietisme akan berbicara tentang praktek dari Pietisme. Ketika akal adalah utama yang digunakan dalam perdebatan, Pietisme malah menekan satu dimensi yang lain dari manusia yaitu perasaan. Bukan apa yang ada pada pikiran manusia, tetapi yang paling penting adalah apa yang ada dalam hati manusia itu sendiri. Ketika khotbah-khotbah pada waktu itu sama sekali tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, kemudian pietisme berbicara tentang Khotbah praktis yang berbicara tentang pengalaman dan kehidupan manusia sehari-hari. Singkatnya Pietisme adalah sebuah koreksi atau reaksi, yang berusaha keras mengisi sebuah kekosongan dalam kehidupan jemaat.

 

 

2.2. LEBIH JAUH MENGENAL PIETISME

2.2.1        Ciri-ciri Umum Pietisme

Dalam ciri-ciri umum Pietisme ini ada perbedaan dan persamaan yang paling utama kesalehan kesalehan. Minat utama Pietisme bukan teologi melainkan kesalehan. Ketika refleksi mereka lakukan dalam kesalehan itu maka mereka membahas teologi secara mendalam atau secara apolegetis. Jika berbicara tentang ciri-ciri pietisme seharusnya pembahasan itu berawal dari kesalehan dan bukan dari teologi. Berikut adalah pembagian dari ciri-ciri umum dari pietisme, yakni:

a.                   Natural Pietatis

Sifat dasar manusia atau hakikat manusia dapat menjadi sumber kehidupan Kristen yang baik. Dengan demikian jelas pietisme sangat menekankan manusia baru. Spener dan Francke menekankan manusia baru itu. Mereka berpendapat kelahiran baru itu adalah anugerah Allah semata-mata. Natural Pietatis menolak sikap yang setengah-setengah dalam hubungan dengan Tuhan. Maka mereka selalu menghendaki perubahan total dari yang lama menuju yang baru.

b.                  Collegia Pietatis (orang yang hidup saleh)

Collegium Pietatis adalah sebuah persekutuan yang menjalankan kesalehan atau sebuah persekutuan saleh. Hakikat kekristenan dapat ditemukan dalam hubungan pribadi antara setiap individu dengan Allah. Ungkapan-ungkapan yang terkenal dalam pietisme misalnya “Kristus didalam aku”. Dimana ditekankan hubungan yang organis yang hidup antara setiap individu dengan Kristus yang adalah tubuh mistiknya adalah gereja. Dengan kata lain individualisme bertujuan menciptakan yang bebas dengan Allah.

c.                   Praksis Pietatis

Orang-orang Pietisme berpendapat teologi tidak menyangkut terhadap tuntutan atau ajaran tentang Allah. Akan tetapi justru menekankan pengetahuan tentang bagaimana hidup untuk Allah. Dengan kata lain Pietisme menekankan hal-hal yang praktis dalam kehidupan sehari-hari seperti kebenaran hidup orang-orang Kristen. Yang tidak terlalu mementingkan ajaran tetapi mementingkan etika.

d.                  Reformatio Pietatis

Menurut orang-orang Pietisme reformasi pietatis yaitu pembaharuan kehidupan. Pembaharuan itu seharusnya tidak hanya terjadi didalam gereja, tetapi dampak pembaharuan itu mencakup dunia. Pembaharuan itu harus dimulai dalam bidang moral, karena dunia kurang displin, kurang bermoral dan kurang kebahagiaan. Karena pembaharuan adalah satu kebutuhan yang jika ditunda akan menimbulkan dampak yang semakin parah.

2.2.2  Beberapa Aliran Pietisme yang Dikenal

a.                   Pietisme Halle

Walaupun Spener tidak menetap di Halle, tetapi gagasan Spener telah berkembang disana. Oleh karena itu ketika kita berbicara tentang Pietisme Halle, maka tokoh Spener harus ditampilkan. Philipp Jakob Spener (1635-1705), lahir di Rapoltsweiler. Sejak kecil ia telah diserahkan ayahnya untuk pekerjaan gereja. Ia hidup dalam lingkungan kesalehan pengaruh puritan dan Arndtian. John Arndt (1555-1621) dalam ajarannya sangat menekankan pertobatan, kesatuan dengan Kristus dalam hidup suci.

Pada tahun 1651 Spener masuk Universitas Strassburg, dan ia didik oleh tokoh-tokoh Lutheran yang Ortodoks yaitu : C. Dann-hauer, J. Schmidt. Tetapi sebenarnya tradisi reformasi juga sangat kuat di Strassburg. Disana Spener tertarik dengan hal-hal praktis yang dilihat Spener pada orang-orang reformed. Spener belajar di Strassburg sampai tahun1659, dalam periode ini ia menulis: Soliloquia et Meditationes Sacrae yang merupakan kombinasi antara mistik Arndtian dan hal-hal praktis seperti pada puritan. Pada tahun 1659, ia pergi ke Basel dan disana ia belajar bahasa Ibrani. Ia juga pernah mengunjungi Jenewa, disana ia mendalami tulisan-tulisan reformet dan disana ia juga mengenal ajaran Jean de Labadie. Pada tahun 1666, Spener dipanggil untuk menjadi Pendeta di Frankfurt am Main, dan pada tahun 1670, ia mulai mengembangkan Collegia Pietatis disana. Gagasan Spener sangat menentukan arah Pietisme, sehingga ia dinamakan Bapa Pietisme. Gagasan Spener itu dapat ditemukan dalam karyanya: Pia Desideria  (1675).

 Isi Pia Desideria adalah sebuah program pembaharuan. Dan Spener sangat yakin dengan pembaharuan itu. Dan menurut dia pembaharuan itu pasti berhasil karena telah dijanjikan oleh Tuhan sendiri, dan sama sekali tidak bergantung kepada kemampuan manusia. Pia Desideria ini terbagi atas tiga pokok penting yaitu:

1.   Bagian pertama menyangkut kondisi korup di dalam gereja.

Dalam hal ini Spener mengecam raja-raja yang salah mempergunakan kekuasaan mereka, mengatur dan mengendalikan gereja sesuka hati.

2. Bagian kedua yaitu melukiskan tentang harapan perbaikan gereja.

Spener menekankan keadaan gereja yang sudah rusak agar diperbaiki, karena janji Allah sendiri, dan bukan karena kemampuan manusia. Dan gereja menjadi kenyataan dalam Jemaat mula-mula.

3.   Bagian ketiga adalah usul-usul pembaharuan yang diajukan oleh Spener, yaitu:

ü  Penggunaan Firman Allah secara Ekstensif.

ü  Imamat am orang percaya.

ü  Pengetahuan dengan iman belum cukup, tetapi harus diwujud-kan di dalam praktek.

ü  Bagaimana sikap kita seharusnya terhadap mereka yang tidak percaya, yaitu orang-orang yang belum mengenal Kristus.

ü  Usul untuk pendidikan calon-calon Pendeta.

ü  Alat-alat yang dipakai Allah seperti Firman dan Sakramen sebenarnya harus terarah kepada batin manusia.

b.               Pietisme Herrnhut

Tokoh yang paling terkenal pada Pietisme ini adalah Nikolaus Ludwig Von Zinzendorf (1700-1760). Lahir di Dresden, pada tanggal 26 Mei 1700. Pietisme Herrnhut mula-mula terbentuk dari sekelompok orang-orang Kristen Moravion, yang terpaksa melarikan diri dari tanah airnya karena penghambatan. Tempat itu diberi nama Herrnhut yang berarti perlindungan Tuhan.

c.                Pietisme Wurttemberg

Aliran ini dimulai di Tubingen. Disana ada seorang ahli bahasa yang bernama Johann Andreas Hochstetter (1637-1720). Ia adalah seorang tokoh ortodoks Wurttemberg, tetapi di dalam kehidupannya sehari-hari mengikuti contoh orang Puritan. Misalnya : Bangun jam 4 pagi, berdoa dan meditasi, memberikan perpuluhan kepada gereja secara teratur, kadang-kadang beribadah sampai jam 24.00. Tokoh inilah yang memberikan inspirasi munculnya Pietisme Wurttemberg, yaitu semacam aliran yang merupakan kombinasi antara Pietisme dan Ortodoksi.

d.               Pietisme Radikal

Pada umumnya unsur-unsur mistik lebih dominan dalam Pietisme Radikal. Salah seorang tokoh Pietisme Radikal yang terkenal ialah Gottfried Arnold (1666-1714). Ia lahir di Anaberg, belajar di markas Ortodoks yaitu Wittenberg dan Dresden ia mulai dipengaruhi oleh Spener. Ia juga mulai bereaksi melawan Wittenberg dan mulai dikuasai oleh mistik.

Menurut Arnold, teologi dibagi menjadi dua tipe, yaitu:

1.   Pendekatan Aristotelian, yang berpusat pada akal dan hal-hal yang logis. Pendekatan ini sangat dibenci Tuhan sebab pada satu pihak ia tidak memberikan pengetahuan keagamaan yang berarti dan pada pihak lain mendatangkan perdebatan.

2.   Teologi mistik, yaitu penekanan pada unsur pengalaman. Arnold juga tidak setuju dengan teologi pengalaman. Karena disini seorang Kristen yang mendalami Tuhan adalah teolog dan mereka menghabiskan waktu mereka dengan pertentangan-pertentangan.

Syarat untuk menjadi seorang yang ahli dalam bidang teologi bukanlah belajar dengan baik tentang displin-displin teologi resmi tetapi keterbukaan terhadap kebenaran Allah yang datang kepada manusia lewat Alikitab. Orang Kristen yang benar menurut Arnold adalah harus mengalami kelahiran baru secara radikal dan pembaharuan hati. Ia mengatakan semua itu terjadi karena anugerah Allah. Dalam hal ini konsep Arnold sama dengan pietisme Halle. Yaitu semuanya anugerah Allah namun kelahiran baru juag menuntut tindakan dan kehendak manusia.

e.                   Neo Pietisme

Pada akhir abad 17, di Eropa muncul perkembangan yang luar biasa di bidang Ilmu Pengetahuan. Orang mulai mengandalkan akal dalam segala hal. Pada abad ke-18 muncul aliran yang dinamakan Neo-pietisme yang selama pertengahan abad ke-18 disatu pihak menolak pencerahan dan dipihak lain mengakomodasikan diri dengan roh. Cirri-cirinya antara lain:

ü Melawan otonomi manusia dan menekankan wibawa Alkitab sebagai otoritas final buat iman dan kehidupan manusia.

ü Melawan etik natural dan menekankan etik pernyataan.

ü Melawan reduksi teologi Kristen oleh prinsip-prinsip akal dan menekankan penyataan Alkitab tentang aktifitas Allah yang menyelamatkan.

 

2.2.3        Beberapa Aliran atau Pandangan yang Mempengaruhi Pietisme

Dari uraian yang ada diatas maka dapat disimpulkan aliran-aliran dalam pietisme sangat bervariasi. Dalam meneliti pietisme bisa dikatakan tidak ada hal-hal yang terlalu baru dalam aliran ini. Gagasan-gagasan dalam pietisme umumnya sudah ada hanya sekarang gagasan itu diucapkan kembali dalam konteks yang cocok. Oleh sebab itu pietisme melihat kembali kebelakang dan mengarisbawahi serta mengembangkan nilai-nilai dari aliran tertentu dan menurut pietisme nilai-nilai itu sangat positif.

a.       Mistik

            Kecenderungan kearah mistik sangat terasa dalam pietisme karena dalam pitisme pengalaman batin sangat ditekankan. Jiwa manusia yang diselamatkan boleh merasa dirinya dekat dengan Allah. Sebagai oaring kristen perhatian utama tidak lagi ditujukan pada gereja sebagai lembaga atau ordo-ordo yang sangat dipentingkan tetapi penekanan itu terletak pada individu. Secara khusus peranan jiwa dan hati yang ada dalam individu sangat ditekankan agar dapat menyelinap didalam Allah. Untuk itu orang harus berusaha seperti berpuasa, saleh, menjauhi dunia, rajin berdoa dan masi banyak lagi yang lainnya.

b.      Puritan

            Puritan berasal dari kata pure yang berarti murni. Istilah ini dipergunakan sekitar tahun 1560, untuk satu aliran yang dianggap terlalu keras. Aliran ini menganggap diri sebagai yang murni dibandingkan dengan gereja resmi pada waktu itu. Aliran ini timbul di Inggris pada masa pemerinthan Ratu Elisabet. Pada saat pemerintahan ratu Elisabet, ia lebih mengutamakan perdamaian nasional. Ia tidak menghendaki perang agama terjadi di Inggris, seperti yang terjadi ditempat-tempat lain. Namun ia melihat usaha-usaha untuk menerapkan ajaran Calvin di Inggris yaitu teristimewa dibagian tata gereja, sebagai sebuah dinamid yang dapat meledak dan mengancam perdamaian antara orang protestan dan Anglikan.

            Selain perubahan dibidang tata gereja orang puritan juga menekankan peranan Alkitab. Bagi mereka Alkitab harus dijadikan dasar utama. Segala sesuatu yang tidak dikatakan oleh Alkitab harus dihapus dari dalam gereja, teristimewa segala sesuatu yang berbau Katolik Roma. Secara khusus mereka menolak pakaian kebesaran dari golongan Klerikus, berlutut ketika menerima sakramen Perjamuan Kudus, tanda salib dalam sakramen Baptisan, pertukaran cincin dalam upacara pernikahan harus ditiadakan dari praktek itu.

c.       Reformasi

            Kritik terhadap pietisme umumnya ialah mereka meninggalkan nilai-nilai reformasi. Tetapi yang perlu disadari ialah pietisme tidak bisa dipisahkan dari reformasi. Banyak tokoh pietisme yang mengatakan bahwa mereka adalah pengikut Luther yang setia. Memang sebenarnya ada banyak nilai-nilai reformasi yang ditekankan oleh pietisme. Beberapa ajaran Luther yang digarisbawahi oleh pietisme ialah:

ü Imamat am Orang Percaya

Dalam hal ini Luther mengharapkan keterlibatan raja-raja sebagai Imam, dalam mengembangkan reformasi dan memerangi Paus. Karena menurut Luther superioritas Paus dan Imam-imam sebagai pimpinan rohani sama sekali tidak memiliki dasar karena semua orang percaya adalah imam.

ü Pembenaran oleh Iman

Dalam hal ini Luther berusaha sekuat tenaga untuk mencapai kebenaran dengan amal dan perbuatan baik. Tetapi semakin ia berusaha semakin ia merasakan kegagalan akibatnya Luther mengerti arti kebenaran itu secara lain, dibandingkan dengan konsep orang-orang sezamannya. Kebenaran bukanlah pembalasan yang adil dari Allah sesuai dengan perbuatan manusia, tetapi kebenaran adalah sesuatu yang dilimpahkan Tuhan kepada orang percaya.

d.      Pencerahan

            Pencerahan adalah suatu aliran yang menolak keyakinan atau kepercayaan yang diajarkan oleh instansi-instansi lain diluar manusia. Misalnya Alkitab, gereja, adat-istiadat, dll. Manusia hanya membenarkan apa yang diterima oleh otaknya atau apa yang diterima akalnya. Akibatnya manusia mulai meneliti kembali semua warisan-warisan yang diterima selama ini supaya manusia bisa berpendapat sendiri. Itu dilakukan dengan tujuan agar bisa melepaskan diri dari otoritas-otoritas yang mengendalikan atau mengatur manusia.

            Menurut pietisme baik pencerahan maupun ortodoksi mempunyai kelemahan-kelemahan yang mencolok. Ortodoksi terlalu dogmatis, tanpa penjabaran dalam praktek. Sedangkan pencerahan terlalu menekankan akal, padahal menurut pietisme Allah tidak dapat dikenal melalui gejala-gejala alam, tetapi Allah hanya bisa dikenal lewat Kristus. Pada pencerahan manusia dengan akalnya adalah pusat dari segala-galanya. Sedangkan pietisme, manusia percaya mendapat penekan yang utama. Pengaruh lain dari pencerahan terhadap pietisme adalah individualisme dalam pietisme. Pencerahan menekankan bagaimana seseorang bisa menghayati imannya sendiri, kemudian melepaskan diri dari Alkitab, gereja, tradisi,dll. Sedangkan pietisme menekankan pertobatan pribadi.

 

2.3      PENGARUH PIETISME DI INDONESIA

2.3.1        Badan-Badan Pekabaran  Injil yang Bekerja di Indonesia

a.    NZG (Nederlandsche Zendeling Genootschap)

Didirikan di Rotterdam pada tahun 1897, anggotanya barasal dari bermacam-macam denomminasi yang tidak dipengaruhi oleh ajaran yang berbeda karan telah dipersatukan oleh tujuan yang sama, yaitu pekabaran injil kepada orang kafir. Pendirian badan ini bertujuan menanam dan membentuk gereja dalam pekabaran Injil dan badan ini menanamkan agar Kristen aktif di dalam hidup manusia. Di Indonesia badan ini terdapat seperti di: Maluku, Minahasa, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Bolaang Mongondow, Karo, Sulawesi Selatan dan Pulau Sawu. Materai NZG bertuliskan “Damai oleh darah salib” dan ini merupakan suatu tema yang disenangi oleh kelompok Pietisme.

b.    Pekabar-pekabar Injil Tukang

Tokoh yang terkenal sebagai pencetus dan penggerak pekabaran Injil adalah Gossner dari Jerman dan Heldring dari Belanda. Mereka mengirimkan pekabar injil ke Jawa, Irian Barat, Sangir dan Taulad. Bentuk pekabar injil ini melihat bahwa pekabaran injil sudah cukup dengan mengajarkan Alkitab dan nyanyian rohani dan secara mutlak mereka mereka mengatakan bahwa tugas pekabaran injil itu adalah tugas gereja sendiri bukan pribadi.

Dalam melaksanakan tugas dari pekabar-pekabar injil para pekabar diharuskan tidak mempunyai pasangan, agar mencegah keinginan diri sendiri dibanding dengan keinginan pekerjaannya. Selain itu pengikut  mereka diharapkan dapat membuat keterampilan masing-masing untuk usaha hidup seperti menjadi tukang, petani dll.

c.    NZV (Nederlandsche Zendingsvereening)

Lembaga ini merupakan lembaga yang lahir dari golongan Ortodoks. Mereka mempunyai pengikut yang hanya mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan mereka tidak akan bekerja sama dengan orang yang menyangkal keilahian Kristus. 

d.    UZV (Utrechtsche Zendingsvereening)

Mereka merupakan golongan etis dan dekat dengan golongan Ortodoks, namun mereka sedikit lebih fleksibel dan lebih terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Golongan ini juga menekankan bahwa kebenaran itu dinyatakan dalam seluruh perbuatan pribadi serta spontanitas lebih penting dari ilmu pengetahuan. Di dalam benak pekabar injil ini ada anggapan bahwa di dalam diri anak balasan tahun belum ada kesadaran tentang panggilan ilahi.

e.    Badan-badan Pekabaran Injil yang memakai nama Gereformeerde

Badan-badan ini ingin menunjukkan bahwa mereka telah berkembang pada ajaran Calvin. Pekabaran injil ini antara lain adalah: NGZV (Nederlandsche Gereformeerde Zendingsvereeniging), GZB (Gereformeerde Zendingsbond), GIUZ (Genootschap Voor in-en Uitwendige te Batavia), STC (Sangi en Taulad Comite) dan DZV (Doopgezinde Zendingsvereeniging).

 

2.3.2        Beberapa Tokoh Pekabaran Injil yang Pernah Berkarya di Indonesia

a.     Joseph Kam

Sejak kecil dia dipengaruhi oleh aliran Herrnhut dan dia mempelajari tentang cinta kasih persaudaraan yang bertentangan dengan segala perbedaan dan perpecahan teologi, penyebaran tentang berita-berita tentang perdamaian melalui darah Kristus dan pemberitaan injil di antara bangsa-bangsa kafir. Dia merupakan orang yang memperhatikan pertumbuhan gereja dan ini ditunjukkannya dengan memilih penatua dan diaken. Dia juga merupakan orang yang menganut pietisme yang radikal dengan memperhatikan kemiskian, kesehatan, pendidikan, keadilan dalam pemerintahan dst.

b.     Johann Friedrich Riedel

Merupakan orang yang yang datang dari kalangan Lutheran Orthodoks, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh pietisme. Dia beranggapan bahwa gereja merupakan lambaga yang penting. Dia mempraktekkan di tengah jemaat dengan bertindak tegas terhadap orang-orang yang berdansa. Dia lebih banyak menerapkan pietisme di Tondano.

c.     Ingwer Ludwig Nommensen

Ingwer Ludwig Nommensen mengerti bahwa hidup ini sebagai sesuatu yang tia saatnya diatur oleh Tuhan. Meskipun Nommensen merupakan orang yang menganut pietisme, namun dia tidak melupakan dunia dan tubuh. Dia melibatkan diri dengan dengan masalah pendidikan, kesehatan, politik, sosial dll. terutama di daerah Batak. Semangat pietismenya ditunjukkan dengan kegiatan-kegiatan yang padat dan terencana.

d.    Albertus Christiaan Kruyt

Menurutnya pendidikan berhunbungan erat dengan pekabaran injil. Dia menilai bahwa ajaran suku primitif itu tidak selamanya negatif sehingga dia menerima akan perkembangan ajara dari setiap suku, namun nilainya tidak sejajar dengan agama Kristen. Dia menilai bahwa agama yang paling rendah adalah dinamisme, menyusul animisme, politeisme, dan yang tertinggi adalah monoteisme, yaitu Kristen. 

 

2.3.3        Pengaruh Pietisme dalam Penghayatan Iman Orang-orang Indonesia

a.    Pengertian Jemaat tentang Gereja

Jemaat menganggap bahwa gereja sebagai lembaga terlalu besar sehingga lamban untuk bergerak dan bertindak dalam pelayanan. Hal ini menyebabkan lahirnya persekutuan doa yang lebih dinamis, spontan, dan tidak tehambat birokrasi organisasi gereja. Jemaat juga merasa lebih betah di dalam persekutuan doa dibanding dengan gereja, dan mereka menjadi mengecilkan gereja.

b.    Ibadah dan Tata Ibadah Jemaat

Sebenarnya ibadah di dalam jemaat itu dipengaruhi oleh pietisme, namun seiring perkembangan zaman jemaat mulai meninggalkan itu. Hal ini dapat dilihat di dalam ibadah seperti lagu-lagu yang ada di dalam Kidung Jemaat, Nyanyian Rohani, Suplemen., dst. sudah  tidak disukai lagi dan telah berpindah ke lagu kidung pujian (Evangelikal).

c.    Pemberitaan Firman

Di dalam pietisme Alkitab dijunjung tinggi, namun pengalaman lebih penting daripada Alkitab menurut mereka. Kesaksian merupakan contoh dari hal ini, sehingga mereka tidak lagi bereksegese melainkan telah beresegesis. Kesaksian mereka terjadi karena adanya keinginan jemaat untuk hal-hal yang praktis serta adanya penekanan yang keras terhadap pengalaman yang subjektif.

d.    Pandangan Jemaat tentang Surga, Dunia, Tubuh dan Jiwa

Jemaat memandang bahwa ada perbedaan yang  tajam antara surga dan dunia, tubuh dan jiwa. Surga dipandang jauh lebih penting dari tubuh, dunia adalah lembah air mata, dan mereka mempercayai bahwa keselamatan hanya menyangkut jiwa saja.

e.    Peranan Manusia dan Anugerah Allah

Manusia memiliki peranan yang perfeksionisme yang ditunjukkan dengan jemaat harus rajin berdoa, rajin gereja, membaca Alkitab, hidup suci dst. serta keselamatan itu adalah usaha dari manusia sendiri

f.     Pandangan Jemaat tentang Yesus

Pandangan jemaat tentang Yesus tidak lengkap, karena mereka hanya memandang Yesus sebagai Penebus dosa, Juruselamat dunia dan ini disenangi dengan menyanyikan lagu pengorbanan atau darah Yesus namun Yesus sebagai Raja Yasng Menang atas maut jarang ditekankan dan Yesus sebagai Tuhan dan Raja di segala kehidupan jarang kedengaran.

g.    Pandangan Jemaat tentang Diakonia dan Pendidikan

Jamaat memandang bahwa diakoni dengan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Menurut mereka diakoni adalah tambajan yang penting pada pelayanan Firman secara verbal dan ini sama halnya dengan pendidikan. 

 

2.3.4        Pietisme dalam Aliran Evangelikal (Faith Mission)

a.    Gerakan Kebangunan Rohani yang Pertama di Amerika

Gerakan ini dilatarbelakangi oleh terjadinya gempa yang dahsyat pada tanggal 27 Oktober 1727 di Amerika Timur Laut, dan sebelumnya mereka dilanda cacar. Mereka menganggap bahwa ini adalah cara Tuhan menghancurkan mereka, oleh karena ketakutannya mereka melakukan Gerakan Kebangunan Rohani yang Pertama.

b.    Gerakan Kebangunan Rohani yang Kedua di Amerika

Setelah Kebangunan Rohani yang Pertama selesai dan telah mereda maka terjadi Pencerahan di dalam gereja. Gerakan ini merupakan Gerakan Kebangunan Rohani yang kedua, yang dimulai oleh kelompok mahasiswa. Gerakan ini dipengaruhi oleh aliran Methodis dengan corak teologi Arminian. Jonathan Edwards merupakan orang yang berkotbah dalam gerakan ini.

c.    Gerakan Kebangunan Rohani yang Ketiga di Amerika

Setelah perang Saudara di Amerika (1861-1865) terjadi pula Gerakan Kebangunan Rohani yang Ketiga. Gerakan ini bersifat antar-denomianasi. Tokoh utama dalam gerakan ini adalah D. L. Moody, seorang awam yang giat mengajarkan injil.

d.    Gerakan Kebangunan Rohani yang Keempat di Amerika

Gerakan Kebangunan Rohani yang Keempat terjadi selama dan sesudah terjadinya Perang Dunia II. Keagamaan setelah terjadinya Perang Dunia II menjadi menghilang, sehingga orang-orang sadar akan pentingnya keagamaan membentuk kelompok dan melakukan perkumpulan untuk menantikan kedatangan dan kehadiran Kristus dengan membuat Gerakan Kebangunan Rohani yang Keempat. Tokoh yang terkenal dalam gerakan ini adalah Dr. Billy Graham

 

2.3.5        Beberapa Penilaian Negatif  yang Biasa Kita Dengar tentang Pietisme

a.    Pietisme adalah Aliran yang Menjauhkan Diri dari Dunia

Pandangan ini terjadi disebabkan oleh sifat pietisme yang meninggalkan dunia. Mereka memandang dunia ini merupakan tempat yang berlumur dosa, sehingga mereka memandang dunia ini sebagai tempat yang negatif dan mereka meninggalkannya.

b.    Pietisme adalah Aliran yang Individualistis

Hakikat kekristenan dalam pietisme dapat ditemukan pada hubungan secara pribadi secara pribadi antara setiap individu dengan Allah. Kata-kata yang khas ialah antara lain: pertobatan pribadi, pengalaman pribadi, manerima Kristus secara pribadi dll. Orang kristen adalah ragi lewat setiap peranan individu sehingga gerja ditelantarkan  atau terjadi pengindividualisasian.

c.    Pietisme adalah Aliran yang Separatis

Pietisme cenderung memisahkan diri dari gereja, semua kegiatan hanya dilakukan dengan intensif di dalam persekutuan kecil. Hal ini dilihat karena ada banyaknya persekutuan doa yang hadir di luar gereja-gereja resmi serta mereka memahami gereja belum dilahirkan kembali sehingga cenderung memisahkan diri dari gereja.

 

d.    Pietisme adalah Aliran yang Subyektif

Anggapan bahwa pengalaman pribadi dengan Tuhan adalah yang paling penting menyebabkan mereka kurang menyadari arti Firman Allah yang datang dari luar manusia. Unsur ini terdapat dalam kalangan Methodis dan orang Evangelikal dan terasa juga di dalam perayaan sakramen Perjamuan Kudus yang mena setiap oarang harus mempersiapkan diri atau membersihkan diri sebelum ikut di dalam Perjamuan Kudus, dan anugrah Anugrah yang diberikan lewat Perjamuan sama sekali diabaikan. Sehingga dapat diperhatikan bahwa manusianyalah yang penting bukan unsur teologisnya.

 

III.             KESIMPULAN

            Munculnya Pietisme berhubungan erat dengan kekacauan politik dan keadaan sosial ekonomi yang rusak akibat dari kekacauan itu. Pietisme ini muncul sebagai reaksi dan koreksi terhadap semua kepincangan-kepincangan pada waktu itu. Contoh nyata dari kerusakan-kerusakan itu adalah pendeta-pendeta gereja Lutheran tidak hanya melayani Allah tetapi juga mereka isa menjadi pegawai pemerintah atau polisi rahasia. Hal itu disebabkan karena buruknya perekonomian termasuk penghasilan pendeta yang sangat kecil.

            Pietisme di sini berusaha untuk memerangi kemelaratan dan kebobrokan sosial akibat perang itu. Mereka lalu mengadakan panti asuhan, pendidikan atau sekolah-sekolah untuk anak miskin serta rumah sakit. Aliran pietisme terdiri dari berbagai aliran, akan tetapi aliran-aliran itu memiliki kesamaan di dalam hal penekanan kesalehan yang biasa dicirikan dengan Natura Pietatis, Collegia Pietatis, Praxis Pietatis dan Reformatio Pietatis.

            Pietisme di dalam hal ini juga dipengaruhi oleh beberapa aliran seperti aliran mistik (unsur kesalehan, menjauhkan diri dari dunia, dan menjadi satu dengan Allah), puritanisme (kesalehan ditekankan dan bukan untik menambah pengetahuan), reformasi (meluruskan kembali pemakaian etika), pencerahan (manusia yang percaya sebagai pusat). Di Indonesia pietisme masuk lewat badan-badan pekabaran Injil baik dari Belanda, Jerman maupun dari Amerika. Tokoh-tokoh pekabaran Injil yang bekerja di Indonesia bekerja secara bebas dan hal ini dilatarbelakangi oleh keadaan pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

            Pietisme memang mengajarkan kesalehan, tetapi ada juga beberapa pandangan yang negatif mengenai aliran itu sendiri, yaitu: pietisme aliran yang menjauhkan diri dari dunia (tidak mau melibatkan diri dengan masalah-masalah dunia), pietisme merupakan aliran yang individualis (pietisme menekankan tanggung jawab atau peranan individu), pietisme merupakan aliran yang separatis (adanya macam-macam aliran dari pietisme yang bersifat inklusif), dan pietisme merupakan aliran yang subyektif (penekanan atas pengalaman pribadi).

            Sebagai kesimpulan marilah kita melihat sisi baiknya dan meninggalkan sisi buruknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar