18 Februari 2025

Teologi Kekayaan (Tinjauan Biblika tentang Uang)

 

Teologi Kekayaan

(Tinjauan Biblika tentang Uang)

 

I.      Pendahuluan

Uang merupakan salah satu hal yang paling dikejar atau dicari oleh manusia. Uang juga merupakan jalan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, oleh sebab itu banyak orang yang merasa khawatir jika ia tidak mempunyai banyak uang.

Secara Alkitabiah, uang atau kekayaan merupakan berkat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Namun perlu kita sadari bahwa uang bukanlah sumber kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Hal ini perlu kita sadari karena dewasa ini banyak manusia yang lebih percaya kepada uang daripada kepada Allah atau bahkan tidak mempercayai Allah lagi. Uang memang perlu dalam kehidupan manusia, namun ketika uang dipuja atau di-tuhankan, maka hal itulah yang menimbulkan suatu permasalahan yang besar.

Uang atau kekayaan yang ada pada kita bukanlah milik kita, namun sebagi titipan Allah yang harus kita pertanggungjawabkan dihadapanNya. Manusia diberkati dengan titipanNya itu supaya manusia juga dapat menjadi berkat.

Ada banyak cerita dalam Alkitab yang membicarakan tentang uang, kekayaan dan permasalahan yang terkandung di dalamnya, namun pemabahasan dalam hal ini memberi perhatian tentang uang yang tertulis di dalam Pengkhotbah 5 : 9 (Perjanjian Lama) dan I Timotius 6 :10 (Perjanjian Baru)

Untuk membahas lebih jauh dan mendalam mengenai uang dan bahaya cinta uang, maka akan diurai dengan sistematika sebagai berikut:

I.                Pendahuluan

II.    Etimologi, Pengertian dan Sejarah

III. Tinjauan Alkitabiah tentang Uang

3.1       Tinjauan PL (Pengkhotbah 5 : 9)

3.2       Tinjauan PB (I Timotius 6 : 10)

IV. Sikap orang Kristen Tarhadap Kekayaan

V.    Refleksi

VI. Kesimpulan

Daftar Pustaka

II.   Etimologi, Pengertian dan Sejarah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, uang merupakan alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk atau gambar tertentu.[1]

Dalam struktur masyarakat Israel, kekayaan adalah identik dengan uang. Uang adalah sebahagian dari struktur kehidupan mereka.[2] Dalam Perjanjian Lama, uang pertama sekali diperkenalkan pada akhir abad 8 sM, sebelumnya pembayaran dilakukan dengan menggunakan sistem barter, yaitu tukar menukar barang. Uang sebagai alat tukar pada mulanya terbuat dari logam berharga seperti emas, perak, perunggu. Perak merupakan logam berharga yang paling banyak digunakan sebagai alat tukar di Palestina (Asyur dan Babel). Oleh sebab itulah perak ( כסף = kesef ) kadang-kadang diterjemahkan dengan uang (Kej 17:13).[3]

Dalam PL juga uang dipakai sebagai alat tukar-menukar, pembayaran, dan penimbun kekayaan (harta benda). Uang juga berfungsi sebagai alat pembiayaan yang telah memainkan peranannya sejak bangsa Israel meminta seorang raja menjadi pemimpin atas mereka (1 Sam 8:15), maka para petani harus membayar pajak kepada raja. Hanya dengan mempertinggi pajaklah Raja Salomo dapat mendirikan istana dan Bait suci yang indah.[4]

Kata uang yang diartikan sebagai penimbun kekayaan dapat dilihat dalam kehidupan Abraham, Ayub, Salomo. Sebagai contoh dalam Kejadian 13 :2 dikatakan bahwa Abraham memiliki kekayaan berupa ternak, emas dan perak. Akan tetapi harta tersebut tidak bertentangan dengan kehendak Allah karena harta tersebut bukan menjadi tujuan hidupnya, tetapi semua itu dijadikan media untuk memuliakan nama Tuhan Allah.

Dalam PL, uang kadang-kadang ditimbang (Kej 23 : 16) hal ini dilakukan sebagai tindak pencegahan, contohnya dalam sistem barter agar jumlah perak (uang) yang ditukar bernilai sama dengan barang yang ditukar. Akan tetapi  dalam kehidupan modern dimana proses pembuatan uang dan peredarannya sudah dijalankan pemerintah, uang tidak perlu ditimbang kembali karena pemerintah telah memberikan ketentuan mutlak, ketentuan nominal, uang telah dibubuhi perangko sebagai tanda dari jumlah dan nilainya. Bahan dasar uang pada masa modern ini juga tidak hanya terbuat dari logam seperti emas dan perak tetapi juga ada yang berasal dari kertas, namun perbedaan itu tidak mempengaruhi nominal uang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Dalam PB, sudah ada berbagai uang yang beredar. Uang yang beredar itu terbuat dari emas, perak, tembaga, perunggu dan kuningan. Namun, bahan utama yang paling umum digunakan untuk membuat uang adalah perak yang dalam bahasa Yunani disebut dengan αργυριον (argurion), Istilah umum lainnya yang digunakan untuk mengartikan uang dalam PB adalah χρεμα (khrema) yang berarti milik atau kekayaan ayau uang (Kis 4:37 ; 8:18,20 ; 24:26), κερμα (kerma) atau uang kecil yang artinya mata uang tembaga (Yoh 2:15), νομισμα (nomisma) yaitu mata uang yang sah menurut hukum serta νομισμα του κηνσου (nomisma tou kensou) yang artinya mata uang yang sah untuk membayar pajak (Mat 22:19).[5]

III.  Tinjauan Alkitabiah tentang Uang

3.1 Tinjauan PL (Pengkhotbah 5:9)

Siapa yang mencintai uang tidak akan puas dengan uang dan siapa yang mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya Melalui nats ini, Pengkhotbah ingin mengatakan bahwa uang dan kekayaan merupakan penyebab ketidakbahagiaan dan bukan merupakan tanda kebaikan, serta bukan suatu kebijaksanaan, melainkan itu semua hanya menjadikan suatu kesia-siaan.[6]

Kekayaan dan cinta akan uang bukanlah suatu yang bertahan namun merupakan suatu kesia-siaan. Mereka yang mencintai uang tidak akan mempunyai komitmen untuk mengolah keuangannya sebanding dengan kebutuhannya dan tidak sebanding dengan sumber daya dan yang selalu muncul adalah ketidakpuasan.[7]

Kata “mencintai” pada ayat ini mempunyai arti mendewakan atau men-tuhankan uang dalam hidupnya dan menggantungkan hidupnya kepadanya. Kepuasan yang dijanjikan hanya sebuah khayalan belaka yang menyusup terus-menerus sebab gairah keserakahan sekali dilakukan tidak akan kunjung puas dan kenyang.[8] Nats ini bukan bertujuan mengharamkan uang atau kekayaan namun yang dimaksudkan adalah bahwa hal-hal yang baik di dunia ini semua adalah karunia Allah untuk dinikmati dengan rasa syukur dan terima kasih. Kunci dari kenikmatan itu adalah mengetahui kasih karunia Illahi, bukan dengan mencintai uang.[9]

3.2 Tinjauan PB (I Timotius 6:10)

Karena akar dari segala kejahatan adalah cinta uang, sebab oleh memburu uanglah orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.

Dalam nats ini, kata uang yang dipakai adalah berasal dari bahasa Yunani αργυριον, kata dasarnya adalah αργος, artinya adalah benda yang terbuat dari perak atau benda yang bersinar yang dipakai sebagai alat tukar-menukar atau yang disebut uang. Uang atau perak yang dipakai sebagai alat tukar, pada dasarnya tidak mengandung dosa, sebab dengan uang juga manusia dapat berbuat baik (bnd. Luk 8:3). Akan tetapi cinta uang adalah akar dari segala kejahatan. Kata yang dipakai untuk mengatakan cinta uang adalah φιλαγυρια, dimana perkataan ini menunjuk kepada sikap manusia dimana cinta uang, mengarahkan hatinya menjadi milik uang tersebut, hati manusia itu terarah hanya kepada uang. karena hatinya sudah terarah kepada uang maka ia tidak akan mencintai dan percaya kepada Allah lagi. Dengan demikian pecinta uang berlawanan dengan pecinta Allah (bnd.Mat 6:24 ; Luk. 16:13).[10]

cinta uang adalah akar dari segala kejahatan”. Kata akar dalam bahasa Yunani yaitu ριξα. Akar merupakan inti pokok tanaman yang berfungsi untuk mencari makanan, dengan kata lain mencari sumber kehidupan bagi tanaman itu.[11] Oleh karena itulah kata “akar” yang dipakai Paulus mengartikan bahwa uang merupakan akar atau sumber atau awal dari segala kejahatan. Oleh karena itulah secara Alkitabiah uang sebenarnya tidak salah karena hal itu dipandang sebagai berkat Allah kepada manusia. Namun permasalahan justru muncul pada oknumnya, apabila seseorang itu menjadikan uang atau kekayaan sebagai jaminan hidupnya dan apabila ia juga menduakan Allah terlebih menjadi tidak percaya kepada Allah karena menganggap segala sesuatu dapat dilakukan dengan uang, maka itulah yang menjadi permasalahan dalam hidup manusia.

IV.   Sikap Orang Kristen Terhadap Kekayaan

Sikap orang Kristen tarhadap kekayaan atau harta benda mempunyai beberapa ciri, yaitu :

a)     Ketidakkuatiran (Luk. 12:22-23, 30-31)

Ketidakkuatiran itu berdasarkan kepercayaan kepada Allah sebagai Bapa kita (Luk.12:30) Jika kita percaya bahwa Allah yang Maha Kuasa, pencipta semesta alam adalah Allah yang mengasihi kita, maka kita akan dapat menghilangkan rasa kuatir kita. Kekuatiran muncul karena orang takut akan kehidupan masa depannya. Dengan demikian maka orang yang hidup dalam kekuatiran akan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya demi kepentingannya sendiri serta ia tidak akan membagikan sebahagian hartanya untuk menolong orang lain. Namun kalau kita percaya bahwa Allah mengetahui segala sesuatu kebutuhan kita dan akan menyertai kita, kita akan percaya dan tidak usah berusaha mempertahankan hidup dengan hanya mengumpulkan uang. Ketidakkuatiran juga berdasarkan kesetiaan kepada Tuhan. Dengan demikian kita perlu mengutamakan kerajaan-Nya (Luk.12:31). Kita tidak dapat mempercayai Allah dan uang secara bersama-sama di dalam menjalani kehidupan di dunia ini.(Mat.6:24)

b)     Kemurahan Hati

Manusia perlu memandang harta bukan sebagai sarana yang menjamin sepenuhnya akan kesejahteraan hidupnya. Jaminan satu-satunya adalah Tuhan. Akan tetapi sebagai harta dapat dipergunakan sebagai sarana untuk menolong orang lain. Yesus berkata: “Juallah segala hartamu dan berikanlah sedekah (Luk.12:33)”, perkataan Yesus tersebut sangat perlu dilihat bukan sebagai hukum bahwa orang Kristen harus menjual segala harta miliknya dan bahwa harta kekayaan tidak perlu dalam kehidupan manusia. Kata “segala” dalam terjemahan LAI tidak terdapat dalam naskah Yunani yang asli. Yesus berkata bahwa orang Kristen perlu mengasihi sehingga ia bersedia menjual miliknya bagi kepentingan orang lain. Kasih seperti itu terlihat dalam jemaat Kristen Yerusalem “selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluannya masing-masing” (Kis.2:45). Orang Kristen yang tidak kuatir akan hartanya cenderung menganggap kepentingan orang lain lebih penting daripada kepentingan diri sendiri.

Paulus menuliskan “Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini, agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi dan dengan demikian mengumpulkan suatu harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk mencapai hidup yang sebenarnya” (I Tim 6:17-19).

c)      Kebaikan hati dan Kemurahan

Sikap ini berlawanan dengan kelobaan. Orang Kristen jangan terus-menerus mengingini lebih banyak tanpa menghiraukan sesama, ia perlu menyesuaikan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain. Ia perlu menyadari bagaimana kelakuannya dapat menolong atau merugikan sesamanya. Ia tidak berhak mengumpulkan banyak harta dan hidup mewah tanpa perlu peduli kepada sesamanya yang menderita. Perlu ada keseimbangan antara kehidupan ekonomi kita dengan ekonomi orang lain.

V.   Refleksi

Harta benda atau uang itu tidaklah berbahaya karena uang pada dasarnya adalah berkat yang diberikan Allah kepada manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Uang atau harta benda itu diciptakan oleh Allah, dimana segala ciptaanNya adalah baik. Dalam Alkitab tidak terdapat pikiran bahwa orang Kristen harus menolak harta benda tetapi memperingatkan tentang bahaya yang dapat ditimbulkannya apabila terjadi penyalahgunaan pemakaian harta benda itu.

Dalam peranannya uang dipakai sebagai untuk mencari nafkah. Selain itu uang juga merupakan alat untuk mencari keuntungan dan alat untuk menimbun harta, dan semua perannya itu adalah sah-sah saja, namun jika uang dipakai untuk sebagai alat penindasan dan eksplotasi serta pemerkosaan hak atas orang miskin dan lemah, maka hal inilah yang dinamakan cinta akan uang dan hal inilah yang menjadi permasalahan dalam penggunaan uang.

Bahaya cinta uang itu berdimensi ganda, yaitu :

1. Kekayaan dapat menyebabkan orang lupa akan Tuhan. Kita dapat mulai mempercayai harta benda dan kemampuan kita sendiri, bukan Tuhan (bnd.Luk12:16-21)

2. Kekayaan dapat menumpulkan hati sehingga orang kaya tidak perduli kepada penderitaan sesamanya. Alkitab penuh dengan contoh-contoh orang kaya yang tidak mau menolong orang miskin. Yesus menceritakan tentang seorang kaya yang setiap hari bersukaria dalam kemewahannya tetapi tidak menolong seorang pengemis yang bernama Lazarus yang berbaring dekat rumah orang kaya itu dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu, tetapi ia tidak peduli malahan anjing-anjing datang dan menjilati boroknya (bnd.Luk.16:19-21).

Melihat bahaya yang ditimbulkan dari rasa cinta uang ini, maka gereja harus melihat hal ini sebagai bagian yang sangat penting dan teladan ini harus ditumbuhkan pertama-tama dari lingkungan gereja itu sendiri. Maka hal yang perlu diperhatikan gereja adalah mengatur keuangan gereja dengan baik dalam arti lain dapat dikatakan agar cinta uang itu tidak tumbuh dilingkungan gereja dengan bentuk-bentuk korupsi. Selain itu gereja hendaknya menegaskan kepada jemaat agar tidak kuatir tentang uang, uang bukanlah menjadi penghalang bagi jemaat untuk beribadah Minggu karena yang dibutuhkan dalam ibadah adalah ketulusan hati, bukan kekayaan. Allah tidak pernah mengkehendaki kekayaan manusia, karena Dia-lah sumber kekayaan itu.

Orang Kristen perlu menerima dengan ucapan syukur harta yang dikaruniakan Tuhan itu, ucapan syukur itu harus diwujudnyatakan dengan pelayanan terhadap sesama manusia yang membutuhkan pertolongan akan kebutuhan hidupnya dan juga pelayanan kepada Allah. dalam arti berkat yang diberikan Allah berupa uang itu digunakan sesuai dengan kehendak-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain.

Kesimpulan

Kekayaan atau uang adalah karunia yang diberikan Allah kepada manusia, karena pada dasarnya uang adalah pemenuhan pokok manusia dimana uang dipakai sebagai alat tukar resmi. Namun manusia mulai beranggapan bahwa dengan uang maka segala sesuatunya dapat dilakukan semaunya. Atas dasar inilah muncul rasa cinta uang yang sangat, demi uang ia rela melakukan apa saja.

Atas dasar Alkitab, maka kekristenan menolak rasa cinta uang tersebut karena cinta uang cenderung memunculkan sikap dualisme dalam ketuhanan, Injil sendiri menolak paham yang menduakan Allah (bnd.Luk 6:24)

Dalam hal ini bukan berarti bahwa orang Kristen atau orang percaya tidak boleh bekerja untuk mencari uang dan menjadi kaya akan tetapi yang diharapkan adalah agar orang Kristen benar-benar menjadikan uang sebagaimana fungsinya dan terutama sebagai alat pelayanan kepada manusia dan kepada Allah.

 

Daftar Pustaka

Baker, F.L

1982                           Sejarah Kerajaan Allah P.Lama, (Jakarta: BPK-GM)

Barton, Jhon & Muddiman, Jhon

2001                                                                               The Oxford Bible Commentary, (New York: Oxford University Press)

2002                                                       Brownlee, Malcolm

2004                           Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta: BPK-GM)

Departemen Pendidikan Nasional

2002                                                       Kamus Besar Bahasa Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka)

Douglas, J.D (penyunting),

1999                           Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II, (Jakarta:YayasanBina Kasih/OMF

Frierich, Gerard

1968                           Theological of The New Testament VI, (Grand Rapids-Michigan: W.M Eerdmans Publishing Company)

Knight, George W

1992                           Commentary on The Pastoral Epistles, (Carlisle: Patyernoster Press)

Pfeifer, Robert H

1948                           Introduction to The Old Testament, (New York: Harper and Brother Publisher)

Whybray, R.N

1989                            The New Century Bible Commentary Ecclesiates, (Grand Rapids-Michigan: W.M Eerdmans Publishing Company)

 



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 1232

[2] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2004), hlm. 84

[3]J.D Douglas (penyunting), Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF, 1999), hlm. 515

[4] F.L Baker, Sejarah Kerajaan Allah P.Lama, (Jakarta: BPK-GM, 1982), hlm. 74

[5] J.D Douglas (penyunting), Ensiklopedi II: hlm.518

[6] R.N Whybray, The New Century Bible Commentary Ecclesiates, (Grand Rapids-Michigan: W.M Eerdmans Publishing Company, 1989), hlm. 99 

[7] Jhon Barton & Jhon Muddiman, The Oxford Bible Commentary, (New York: Oxford University Press, 2001), hlm. 425

[8] Robert H Pfeifer, Introduction to The Old Testament, (New York: Harper and Brother publisher, 1948), hlm. 725

[9] George W Knight, Commentary on The Pastoral Epistles, (Carlisle: Patyernoster Press, 1992), hlm. 257

[10] Gerard Frierich, Theological of The New Testament VI, (Grand Rapids-Michigan: W.M Eerdmans Publishing Company, 1968), hlm. 893-985 

[11] Malcolm Brownlee, Tugas Manusia: hlm. 88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar