TEOLOGI EKOLOGI
I.
PENDAHULUAN
Pada masa kini
kita semua menyaksikan bahkan sebagian dari kita ikut serta di dalam mengurangi
kualitas lingkungan hidup yang baik. Padahal pada hakikatnya Tuhan Allah telah
memberikan kita kepercayaan alias mandat untuk menikmati sekaligus menjaga lingkungan.
Lalu kalau bumi ini rusak, siapa yang akan merawatnya??? Secara teologis
keberadan manusia “sebagai gambar Allah” bukanlah terutama sebagai hak
istimewa, melainkan sebagai “tanggungjawab istimewa” sebagaimana Allah
percayakan kepada manusia untuk merawat ciptaannya.
Secara teologis manusia dan
mahluk hidup memiliki beberapa persamaan, diantaranya:
-
Sama-sama sebagai ciptaan Allah (Kej. 1)
-
Segala sesuatu yang bernafas memuji Tuhan (Maz 150)
-
Sama-sama milik Allah dan menerima kehidupan dari Allah (Kol.
1: 16-17)
Manusia bukanlah pusat dan
pemilik ciptaan. Kita adalah bagian dari ciptaan. “kita lebih merupakan milik
bumi ketimbang kita sebagai pemilik bumi” (Bryan Sirshio). [1]
II.
TERMINOLOGI
Untuk memahami arti terminologi Teologi Ekologi, maka sebaiknya pada awal
pembahasan ini perlu diberikan penjelasan kedua istilah tersebut, yakni teologi
dan ekologi tersebut. Istilah Teologi berasal dari bahasa Yunani: Theos (Allah)
dan Logia (perkataan-perkataan). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Teologi
adalah: perkatan-perkataan tentang Allah. Istilah Teologia di dalam tujuannya :
berupaya untuk membahasakan isi iman Kristen sejernih dan selogis mungkin.[2]
Maksudnya bahwa pemahaman teologia berarti melibatkan manusia untuk meneliti
lebih jauh secara sengaja, kritis, analitis, logis, argumentatif tentang Allah.
Atau dapat kita katakan bahwa Teologia adalah suatu upaya untuk menyederhanakan
pengertian tentang Allah agar dapa dipahami lebih mudah oleh semua umat
manusia.[3]
Selanjutnya, menurut Webster’s New
World Dictionary istilah ekologi (ecology) yang dikutip dari bahasa Yunani ekologie
(N) atau oikos dijelaskan demikian: oikos artinya rumah atau tempat tinggal.
Sedangkan yang dimaksud dengan ekologi adalah:
-
the branch of biology that deals with the relations
between living organisms and their environment ( bagian dari ilmu mahluk
hidup yang membicarakan tentang hubungan organisme-organisme mahluk hidup
dengan lingkungannya).
-
The compleks of
relation between a spesific organism and its environment (keseluruhan
hubungan antara suatu organisme tertentu dengan lingkungannya.)
Hampir sama dengan itu Ecology menurut Oxford Advanced Learner’s
Dictionary menjelaskan sebagai berikut:
-
the natural relationship between plant, animal,
plants and people, and the places in which they live (hubungan secarala
alamiah antara tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia dan dengan tempat dimana
mereka berada.)[4]
Dalam kitab Perjanjian Lama istilah ekologi disebut dengan kata bayit yang artinya rumah tempat tinggal
(sementara) atau kemah. Kata yang mirip dengan bayit adalah ohel (kemah) yang artinya tempat tinggal. Dalam dunia semit kuno bayit adalah
tempat tinggal sementara yang berbentuk gua, sehingga bayit dapat juga disebut sebagai gua. Sementara istilah yang umum
dipakai untuk gua dalam bahasa Ibrani adalah me’arah dan untuk untuk menyatakan tempat tinggal atau bangunan
adalah birah yang artinya istana atau
rumah. Istilah lain yang memiliki ari yang hampir sama yaitu He Kaal artinya
istana atau bait suci. Chatser artinya kediaman, desa atau tempat tinggal.
Moshab artinya tempat tinggal atau domisili. Ma’on adalah tempat pengungsian
dan juga tempat tinggal. Mikhades artinya tempat kudus.[5]
Demikian juga kata bayit dalam
kitab Perjanjian baru (bahasa Yunani) istliah ekologi itu berasal dari dua kata
yakni oikos yang artinya suatu rumah Sedangkan
kata logos yang artinya
perkataan-perkataan atau ilmu. [6]
Dalam kitab perjanjian Baru kata logos dapat juga berarti sutau rumah atau
tempat berdomisili (Mat. 9: 6-7; Mark 2. 1, 11; 3; 20). Kata ini juga memiliki
arti rumah tempat tinggal atau tempat duduk (Mat. 22: 38), suatu rumah suci,
rumah tangga (Luk. 10: 5), suatu keluarga suci (I Pet. 2: 3), garis keturunan
(Luk. 1: 27), dan kalau terjemahan dari bahasa Ibrani artinya umat atau bangsa
(Mat. 10: 6; 15: 25).[7]
Dari semua uraian tersebut di atas dapat dapat kita simpulkan bahwa
istilah ekologi memiliki arti sebagai ilmu tentang hubungan (relasi) antara
mahluk hidup dan lingkungannya atau lebih jelas tentang hubungan timbal balik
atara organisme (sekelompok organisme) dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan
hidup dapat kita artikan sebagai: alam dengan segala kekayaanya serta organisme
yang ada di dalamnya (termasuk manusia) yang memiliki hubungan timbal-balik dan
saling membutuhkan.[8]
Menurut sejarahnya suatu kali Paus Johanes Paulus II telah
memproklamirkan Santo Franciscus dari Assisi, seorang biarawan Italia yang
hidup pada abad ke 12 sebagai Bapak Suci Ekologi, karena pernyataannya : “ alam
sebagai karunia Tuhan yang maha indah kepada umat manusia.[9]
III.
LATARBELAKANG
PERJANJIAN LAMA
Kepercayan umat Israel akan Allah sebagai pencipta alam semesta pada
awalnya muncul sebagi reaksi terhadap landasan keagamaan dari tatanan sosial
politik yang dianggap tidak boleh diganggu gugat di negeri-negeri besar di
sekitarnya.[10] Di negeri Mesir kuno pada
zaman kelahiran bangsa Israel pranata yang tak dapat berubah sudah menjadi hal
yang tidak boleh dipertanyakan lagi. Raja Mesir Firaun menjalankan peran
sebagai penjamin pranata itu. Maka semua orang harus tunduk kepadanya. Selanjutnya
Allah memperkenalkan diri kepada Musa sebagai Yahwe. Allah yang setia yang
membawa mereka keluar dari perbudakan dan memilih mereka sebagai umatNya. [11]
Alam semesta yang berjalan teratur menurut kaidah-kaidah logos atau akal
budi bukanlah tujuan cerita penciptaan tersebut. Apa yang mau ditonjolkan
adalah bahwa keteraturan alam semesta akan terjadi bila kehendak Allah ditaati,
sebaliknya kemerosotan alam semesta bila kehendak Allah dilanggar. Ciptaan
diberi tugas masing-masing antara lain: bumi bertugas untuk menghasilkan
tumbuhan dan mahluk-mahluk hidup, benda-benda langit untuk mengatur musim. Jadi
keteraturan alam semesta dijamin oleh kesetiaan Allah (Kej 8: 21;9:13-17). Kisah
awal penciptaan digambarkan penuh kebaikan, keteraturan, keselarasan
sebagaimana terdapat pada Kej 1 + 2. Selanjutnya diceritakan bahwa sebab
musabab terpecah belahnya umat manusia diceritakan dalam kisah menara Babel
yang diakibatkan oleh pembelotan ciptaan itu terhadap penciptanya (Kej 11). Kendati
demikian pencipta masih ingin mengembalikan kelestarian melalui panggilan dan
janji keturunan, tanah serta berkat kepada semua bangsa. Jelasnya tema dosa dan
penebusan bersangkutpaut dengan kehancuran alam ciptaan dan pembaharuan ciptaan
oleh Allah yang diteguhkan oleh Allah sendiri sebagaimana kita temui pada kisah
Nuh (Kej 6-8). [12]
Dunia ini diciptakan sebagai tempat untuk hidup dan berinteraksi dengan
alam yang merupakan kehendak Allah. Dalam pemberitaan Alkitab diceriterakan
bahwa Tuhan telah menciptakan alam, organisme masing-masing-masing diberi
kehidupan, karena semua yang dciptakan oleh Allah tersebut baik atau sempurna
adanya. Dengan istilah sempurna ini maka situasi yang tersirat didalamnya
adalah kesempurnaan dalam arti bahwa hubungan semua organisme dengan
lingkungannya hidup dan terwujud dalam situasi yang harmonis dan lestari
(semuanya hidup baik tanpa ada kerusakan).[13]
Dalam kitab PL mengenai penciptaan sebagaimana terdapat pada Kej. 1: 28
kita dapat membaca : “penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi”. Titah Allah dalam ayat tersebut memberikan dan menyerahkan
kepada manusia hak kekuasaan, hak pemerintahan dan hak pemeliharaan atas bumi
dan segala isinya. Dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya khusus dari
binatang-binatang, manusia memperoleh hak istimewa. Manusia diberikan Tuhan
suatu kedudukan istimewa di atas semesta alam. Dalam perintah dan titah Tuhan
kepada manusia sebagai mahkota dari ciptaan Tuhan itu, sudah termasuk kewajiban
untuk memelihara, mengindahkan, menguasai dan menyelidiki dunia. Dengan kata
lain: manusia ditugaskan untuk melakukan
kebudayaan dan pembangunan.
Dalam Kejadian 1:26 Allah mengatakan: “Baiklah kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita”. Allah berbicara dalam hal ini dalam bentuk
jamak, yaitu ‘Kita’. Kita (manusia) tidak dapat menggambarkan Allah, Raja
semesta alam yang bertahta di Surga, tanpa dewa sorgawi (bd Yes 6:5). Ada
penafsir yang mengatakan, bahwa kata ‘kita’ dalam uraian Allah disini merupakan
suatu ‘jamak kehormatan’ (plularis maiestaticus), dan ada juga seorang penafsir
mengatakan bahwa pembicaraan Allah dalam ayat ini adalah pembicaraan Allah
Tritunggal. Nampaknya gambaran yang dimaksudkan dalam pembicaraan pada ayat ini
adalah sebagai pembicaraan Allah di dalam suatu upacara bersama rombonganNya di
sorga.[14]
IV.
TINJAUAN
PERJANJIAN BARU
Perjanjian Baru berpusat pada warta yang dibawakan dalam diri Yesus
mengenai Kerajaan Allah. Pada pembukaan kitab Injil Yohanes dijelaskan tentang
awal mula dan kemudian kedatangan Kristus sebagai terang yang menerobos
kegelapan yang menjadi inti dunia semesta ini (Yoh 1:5,10;3:19;8:12-ff).
Yohanes memperkenalkan Kristus sebagai Logos, Firman dan menggunakan lambang
“Putra” bagi Kristus dan “Bapa” bagi Allah guna mengaktualkan kembali iman PL
mengenai pencipta. Dengan demikian ditandaskan mengenai hubungan yang amat erat
antara keduanya. Allah yang mengasihi dunia kini datang sendiri ke dunia. Bagi
Yohanes, dunia semesta, kosmos, mengacu pada kawasan hidup manusia sejauh
bertentangan dengan Allah (Yoh 12: 3; 16: 11; 1 Yoh 5: 19). Datangnya terang
kedalam kawasan itu berarti kemenangan Kristus dan terjadinya ciptaan baru yang
dipenuhi kedamaian.[15]
Namun ini baru akan sempurna pada akhir
zaman nanti bila sorga dan bumi baru sepenuhnya lepas dari yang jahat dan maut,
dan bila seluruh ciptaan bersatu akan bersatu padu memuji kebesaran Allah
Pencipta (Wahyu 4: 8 – 11; 5: 13; 21: 1 – 14).
Dalam Rom 1 – 8 Paulus menjelaskan bahwa Allah pencipta dapat dikenal
dari ciptaanNya. Namun manusia telah menolak sang pencipta dengan tidak mau
menaatinya sehingga seluruh ciptaan menjadi rusak untuk itu manusia membutuhkan
penebusan dan Allah mengutus Kristus dan
semua orang diajak untuk mengambil bagian dalam karya penebusan Kristus. Di
dalam Kristus, Allah telah menaklukkan dunia dan dengan demikian Allah
mengawali sejarah baru di dalam Kristus. Siapa yang ada di dalam Kristus ia
adalah ciptaan baru (2 Kor 5: 17). Di dalam Kristus Allah telah kembali
mengutuhkan hidup manusia. Paulus mengatakan bahwa Allah yang menciptakan jagad
ini sebenarnya tidak berada jauh dari manusia, karena di dalamNya orang hidup,
bergerak, dan ada (Kis. 17: 28). Bagi rasul itu, ciptaan muncul sewaktu Allah
menjadikan dengan firmanNya apa yang tadinya tidak ada (Rom 4: 7). Rencana Allah yaitu rencana yang dari semula
telah ditetapkanNya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk
mempersatukan di dalam Kristus sebagai
kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi (Ef. 1: 9-10; Kol
1: 15 - 16).[16]
Berbicara tentang ‘gambar Allah’ (imago Dei) dan ‘rupa Allah’ (similitudo
Dei) seyogyanyalah kita lebih dahulu melihat akan Yesus Kristus, ‘gambar dan
rupa’ Allah yang asli. Rasul Paulus menamakan Kristus ‘gambar Allah’ dalam 2
kor 4:4 dan Kol 1:15 dimana kata-kata Yunani yang bersangkutan adalah
terjemahan sesuai dengan Kej 1:27. Sebutan “Kristus adalah gambar Allah”
menunjukkan kesamaan dan keesaan hakiki antara Kristus dan Allah Bapa. Yesus Kristus
telah memperlihatkan diri kepada kita, siapakah dan bagaimanakah Allah itu. Di
dalam Yesus orang percaya itu segambar dengan Allah (Kol 3 :10). Biarpun janji
ini akan kenyataan di dalam Kerajaan Allah di masa depan, tetapi dalam percaya
akan Yesus Kristus, orang percaya itu sudah diperbaharui menjadi manusia yang
serupa dengan Allah, menjadi manusia yang baru. Perlu kita tafsirkan lebih
lanjut disini, apa arti menurut gambar dan menurut rupa Allah. Kesegambaran dan
keserupaan Allah di sini bukanlah hanya mengenai ke-ada-an (existensi) manusia
belaka, melainkan dalah mengenai tugas dan fungsi manusia. Kita lihat itu dalam
Kej 1:28 dikatakan bahwa manusia itu hendaknya ‘menaklukkan dan menguasai
ciptaan Allah, seperti kita telah membaca di atas tadi. Di sini kita lihat
bahwa manusia mempunyai tanggungjawab yang besar.
Perjanjian Baru berkata-kata tentang Kristus sebagai ‘manusia sejati dan
gambar Allah’ di atas bumi ini. Dalam kedudukan yang demikian, kepadaNya
diberikan segala kuasa, baik di surga maupun di bumi (Mat 28:18). Dalam Efesus
1:10 Paulus mengingatkan bahwa segala sesuatu, baik yang terdapat di bumi atau
yang terdapat di surga disatukanNya di bawah satu kepala yaitu Yesus Kristus.
Allah memperdamaikan diriNya dengan segala sesuatu (Kolose 1). Memperdamaikan,
mengimplikasikan pembebasan, demikian juga dikatakan dalam fasal-fasal yang
lalu. Kalau begitu, apa yang dikatakan sebagai ‘penaklukan bumi’ itu,
haruslah dipahami sebagai ‘pembebasan bumi melalui persekutuan denganNya’.
Kalau Roma 8 berkata tentang seluruh ciptaan yang terikat dan yang ditaklukkan
kepada kesia-siaan, tetapi yang dengan sangat rindu menantikan ‘saat anak-anak Allah dinyatakan’,
maka dalam perbuatan pendamaian yang dilakukan Allah itu, pembebasan telah
berlaku. Alam semesta juga dibebaskan ( Rom 8:19-23). Manusia yang dipanggil ke
dalam pendamaian dengan Allah, juga dipanggil untuk menempatkan alam semesta
dalam relasi yang lebih bertanggungjawab dengan dirinya. Etika yang tadinya
berupa perjuangan untuk ada, menurut istilah Moltmann, dimana prinsip
eksploitasi, dominasi dan manipulasi diterapkan, harus dirubah menjadi etika
keberadaan secara serasi dimana prinsip solidaritas dipraktekkan.[17]
Dalam pada itu barangkali juga harus dikatakan, bahwa ada hubungan yang
sangat erat antara keadilan yang diberlakukan diantara manusia, dengan sikap
yang lebih bertanggung jawab terhadap alam semesta. Dalam Hosea 4:1-3
diberitahukan kepada kita bahwa seluruh negeri akan berkabung dan seluruh
penduduk akan merana, binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara,
bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap karena tidak ada kesetiaan dan kasih.
Sebaliknya yang ada hanyalah mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah,
melakukan kekerasan dan penumpahan darah. Adapun yang terjadi disini adalah
ketidakpedulian terhadap sesama manusia. Dan kalau manusia sudah tidak peduli
lagi terhadap sesamanya, maka hampir dapat dipastikan bahwa ia juga tidak
peduli kepada lingkungan alamnya. Pencemaran udara misalnya adalah salah satu
bentuk ketidakpedulian terhadap lingkungan, sekaligus adalah juga
ketidakpedulian terhadap kesehatan manusia. Solidaritas yang menipis terhadap
sesama manusia juga tercermin dalam ketiadaan solidaritas terhadap alam
semesta.
Prof. Birch dalam pandangannya secara Sakramental terhadap alam semesta,
meletakkan tekanannya pada unsur-unsur yang peka daripada alam semesta ini. Ia
bertanya:mengapa di padang pasir ada bunga tumbuh setelah hujan datang, padahal
tidak ada manusia disana. Dari kejadian ini dapat kita liha bahwa dalam bunga
itu juga terdapat suatu nilai. Hal ini hanya dapat kita pahami apabila kita
mengakui bahwa ada nilai intrinsik yaitu nilai yang memang melekat pada ciptaan
itu sendiri. Jadi bukan hanya manusia yang mempunyai nilai intrinsik. Nilai
intrinsik dari bunga itu disebabkan oleh kepekaan reaktif terhadap lingkungan.
Kepekaan bunga tersebut adalah rahasia yang tidak dapat diselami manusia.
Dengan ini pula kita dapat memahami apa yang Yesus katakan: ‘Perhatikanlah
bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal....’. Hal
itu berarti bahwa bagi Allah setiap kehidupan itu mempunyai arti. Kesubyekan
artinya bahwa setia kehidupan (tumbuhan, binatang, dll) mestinya dipandang
sebagai subyek. Disamping itu juga bahwa setiap ciptaan itu mempunyai sifat
yang saling berketergantungan (Maz 104). Manusia hanyalah satu dari sekian
banyak kerikil di atas pantai kosmos. Jadi segala ciptaan tidak dapat hidup
terpisah satu dengan yang lain.[18]
V.
REFLEKSI
Dunia sebagai hadiah Allah, sebagai ciptaan adalah baik dan menuntut
pemeliharan dan perlindungan. Allah adalah pemberi hidup, dunia yang diberikan, hadiah Allah yang indah
termaksud manusia dan lingkungan yang membentuk identitas manusia seharusnya
dilihat, diterima dan dilayani sebagai hadiah Allah. Di dalam Kristus, pencipta
secara sempurna telah melayani dalam daging dan darah bukan hanya dalam
kemanusiaan, tetapi dalam seluruh ciptaan.
Kristus datang ke dunia ini tidak sebagai seseorang yang dipaksakan masuk
dari luar, tetapi sebagai firman Allah yang kekal yang olehNya segala sesuatu
di buat dan didalamNya manusia akan diselamatkan. Kepercayan di dalam Allah
pencipta termasuk pembuktian yang menetukan bahwa semua ciptaan adalah milik
Allah, dan bahwa hakekat semua pikiran memilki pengetahuan tentan Allah
walaupun tidak menyebut nama. Dicipta meniru gambar Allah, manusia dari iman
lain atau tidak beriman sama sekali, mempunya pengalaman akan hakekat yang
diberikan oleh beberapa kenyatan kudus yang paling sempurna, dengan mereka
sendiri sebagaimana dengan kita pengalaman asal tersebut telah merusak dan
telah samar. Jadi perdamaian dengan sang pencipta dan dengan ciptaan tidak
datang melalui kekuasaan kemanusiaan alamiah, tetapi melalui Kristus saja. Karena itu seluruh ciptaan di arahkan untuk
memuji penciptanya, dan bahwa setiap mahluk hidup harus memberi jawaban kepada
tugas yang menyatu dengan alam raya.
VI.
KESIMPULAN
Lingkungan hidup merupakan hasil dari prakarsa dari Allah. Oleh karena
itu hal yang paling utama untuk diperhatikan adalah Firman Allah sendiri. Allah
bukan hanya membuat langit dan bumi sebagai tempat berlindung dan berpijak,
akan tetapi ada suatu jalinan yang erat yang disebut dengan rumah tangga yaitu
suatu keluarga didalam suatu ciptaan yang tidak terpisahkan satu sama laiunnya.
Itulah sebenarnya yang menjadi unsur utama tentang makna ekologis itu sendiri.
Hal ini tidak menunjuk kepada siapa yang paling kuat, dan siapa yang
paling lemah, namun menunjuk kepada suatu keinginan untuk saling melindungi
yang datang secara sendirinya. Keselarasan, kesempurnaan sebagai mana Allah
menciptakan alam semesta dengan “ baik” akan terjadi ketikan setiap ekosistem
menyadari untuk bertanggungjawab terlebih manusia itu sendiri.
Mempertanggungjawabjkan bahwa alam ini merupakan suatu bagian dari perjanjian
yang hadir pada zaman bapa leluhur dan tetap aktual pada zaman modern. Bahwa
harus tetap dijaga dan dipertahankan walaupun kenyataannya pada era globalisasi
ini kondisi lingkungan hidup sudah menjadi lebih buruk. Intinya setiap
ekosistem harus memberi jawaban atas tugas yang diberikan dari Allah itu
sendiri.
PENERAPAN:
Marilah kita menjaga lingkungan
hidup, sebagai warga kerajaan Allah, warga negara yang baik dan warga bumi yang
ikut serta menikmati apa yang ada di dunia harus ikut serta dalam menjaga
lingkungan hidup agar tetap baik.
Daftar Pustaka
Andreas A.
Yewangoe., Pendamaian” BPK-Gunung
Mulia Jakarta,
1983
Victor Tinambunan., “Mewujudkan komunitas damai untuk
semua”, PGI 2007 Wilayah SUMUT dan Panitia Jubelium 50 tahun CCA Medan
S. Wismoady
Wahono, Tabah Melangkah, BPK
Gunung Mulia ,
1988
Dr. S.M. Siahaan, Perdamaian,
Kemerdekaan dan Keadilan, LPP STT HKBP,
1985 Pematang Siantar,
Oxford
Advanced Learner’s Dictionary of
current English, Oxford University Press,
1995
Botterweck, G Johannes, The Dictionary of The Old Testament Vol. II (USA: Publishing
1983 Company,
Malcon Brownlee, Tugas
Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, PT. BPK Gunung
1986 Mulia ,
J.
Banawiratma, dkk, Hidup dunia
Sukacita Allah, Kanisius,
1990
Pdt. Dr.
Jaharianson Saragih, S.Th, M. Si, Suara
hati Anak Bangsa, Suara Kristiani Yang
2006
Esa Peduli Bangsa,
Wliiam A.
Dryness, Agar Bumi
Bersukacita, PT. BPK Gunung Mulia
2004
Celia Deane-Drummond : Teologi
Dan ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006
[1] . Victor Tinambunan., “Mewujudkan komunitas damai untuk semua”, PGI
Wilayah SUMUT dan Panitia Jubelium 50 tahun CCA, Medan Hal 171)
[2] . S. Wismoady Wahono, Tabah Melangkah, BPK
Gunung Mulia,
[3] . Dr. S.M. Siahaan, Perdamaian, Kemerdekaan dan
Keadilan, LPP STT HKBP, Pematang Siantar, 1985
[4] . Oxford Advanced Learner’s Dictionary of
current English, Oxford University Press, 1995
[5] . Botterweck, G Johannes, The Dictionary of The Old Testament Vol. II (USA: Publishing Company,
1983).
[6] . Gerhard, Kittel, Theological Dictionary of The New Testament (USA: Publishing Company, Grand Rapids Michigan, 1977).
[7] . William D. Mounce, The Analytical to the Greek New Testament, (Zondervan Publishing
House, Michigan, 1992)
[8] . Andar Lumban Tobing, Ketika Aku Dalam
Penjara, Grafina,
[9] . idem
[10] . J. Banawiratma, dkk, Hidup dunia Sukacita
Allah, Kanisius,
[11] . Malcon Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia
Milik Tuhan, PT. BPK Gunung Mulia ,
[12] . idem
[13] . idem
[14] . idem
[15] . J.
Banawiratma, dkk, Hidup dunia Sukacita Allah, Kanisius,
[16] .
[17] . Wliiam A. Dryness, Agar Bumi Bersukacita, PT.
BPK Gunung Mulia
[18] . Celia Deane-Drummond : Teologi Dan ekologi,
BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar