14 Februari 2025

TEOLOGI EKOLOGI

 

TEOLOGI  EKOLOGI

 

                                                                                           

I.                   PENDAHULUAN

Pada masa kini kita semua menyaksikan bahkan sebagian dari kita ikut serta di dalam mengurangi kualitas lingkungan hidup yang baik. Padahal pada hakikatnya Tuhan Allah telah memberikan kita kepercayaan alias mandat untuk menikmati sekaligus menjaga lingkungan. Lalu kalau bumi ini rusak, siapa yang akan merawatnya??? Secara teologis keberadan manusia “sebagai gambar Allah” bukanlah terutama sebagai hak istimewa, melainkan sebagai “tanggungjawab istimewa” sebagaimana Allah percayakan kepada manusia untuk merawat ciptaannya.

Secara teologis manusia dan mahluk hidup memiliki beberapa persamaan, diantaranya:

-          Sama-sama sebagai ciptaan Allah (Kej. 1)

-          Segala sesuatu yang bernafas memuji Tuhan (Maz 150)

-          Sama-sama milik Allah dan menerima kehidupan dari Allah (Kol. 1: 16-17)

Manusia bukanlah pusat dan pemilik ciptaan. Kita adalah bagian dari ciptaan. “kita lebih merupakan milik bumi ketimbang kita sebagai pemilik bumi” (Bryan Sirshio). [1]

 

II.                TERMINOLOGI

Untuk memahami arti terminologi Teologi Ekologi, maka sebaiknya pada awal pembahasan ini perlu diberikan penjelasan kedua istilah tersebut, yakni teologi dan ekologi tersebut. Istilah Teologi berasal dari bahasa Yunani: Theos (Allah) dan Logia (perkataan-perkataan). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Teologi adalah: perkatan-perkataan tentang Allah. Istilah Teologia di dalam tujuannya : berupaya untuk membahasakan isi iman Kristen sejernih dan selogis mungkin.[2] Maksudnya bahwa pemahaman teologia berarti melibatkan manusia untuk meneliti lebih jauh secara sengaja, kritis, analitis, logis, argumentatif tentang Allah. Atau dapat kita katakan bahwa Teologia adalah suatu upaya untuk menyederhanakan pengertian tentang Allah agar dapa dipahami lebih mudah oleh semua umat manusia.[3]

Selanjutnya, menurut  Webster’s New World Dictionary istilah ekologi (ecology) yang dikutip dari bahasa Yunani ekologie (N) atau oikos dijelaskan demikian: oikos artinya rumah atau tempat tinggal. Sedangkan yang dimaksud dengan ekologi adalah:

-          the branch of biology that deals with the relations between living organisms and their environment ( bagian dari ilmu mahluk hidup yang membicarakan tentang hubungan organisme-organisme mahluk hidup dengan lingkungannya).

-          The compleks of  relation between a spesific organism and its environment (keseluruhan hubungan antara suatu organisme tertentu dengan lingkungannya.)

Hampir sama dengan itu Ecology menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary menjelaskan sebagai berikut:

-          the natural relationship between plant, animal, plants and people, and the places in which they live (hubungan secarala alamiah antara tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia dan dengan tempat dimana mereka berada.)[4]

Dalam kitab Perjanjian Lama istilah ekologi disebut dengan kata bayit yang artinya rumah tempat tinggal (sementara) atau kemah. Kata yang mirip dengan bayit adalah ohel (kemah) yang artinya tempat tinggal. Dalam dunia semit kuno bayit adalah tempat tinggal sementara yang berbentuk gua, sehingga bayit dapat juga disebut sebagai gua. Sementara istilah yang umum dipakai untuk gua dalam bahasa Ibrani adalah me’arah dan untuk untuk menyatakan tempat tinggal atau bangunan adalah birah yang artinya istana atau rumah. Istilah lain yang memiliki ari yang hampir sama yaitu He Kaal artinya istana atau bait suci. Chatser artinya kediaman, desa atau tempat tinggal. Moshab artinya tempat tinggal atau domisili. Ma’on adalah tempat pengungsian dan juga tempat tinggal. Mikhades artinya tempat kudus.[5]

Demikian juga kata bayit  dalam kitab Perjanjian baru (bahasa Yunani) istliah ekologi itu berasal dari dua kata yakni oikos yang artinya suatu rumah  Sedangkan kata logos  yang artinya perkataan-perkataan atau ilmu. [6] Dalam kitab perjanjian Baru kata logos dapat juga berarti sutau rumah atau tempat berdomisili (Mat. 9: 6-7; Mark 2. 1, 11; 3; 20). Kata ini juga memiliki arti rumah tempat tinggal atau tempat duduk (Mat. 22: 38), suatu rumah suci, rumah tangga (Luk. 10: 5), suatu keluarga suci (I Pet. 2: 3), garis keturunan (Luk. 1: 27), dan kalau terjemahan dari bahasa Ibrani artinya umat atau bangsa (Mat. 10: 6; 15: 25).[7]

Dari semua uraian tersebut di atas dapat dapat kita simpulkan bahwa istilah ekologi memiliki arti sebagai ilmu tentang hubungan (relasi) antara mahluk hidup dan lingkungannya atau lebih jelas tentang hubungan timbal balik atara organisme (sekelompok organisme) dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan hidup dapat kita artikan sebagai: alam dengan segala kekayaanya serta organisme yang ada di dalamnya (termasuk manusia) yang memiliki hubungan timbal-balik dan saling membutuhkan.[8]

Menurut sejarahnya suatu kali Paus Johanes Paulus II telah memproklamirkan Santo Franciscus dari Assisi, seorang biarawan Italia yang hidup pada abad ke 12 sebagai Bapak Suci Ekologi, karena pernyataannya : “ alam sebagai karunia Tuhan yang maha indah kepada umat manusia.[9]

 

III.             LATARBELAKANG PERJANJIAN LAMA

Kepercayan umat Israel akan Allah sebagai pencipta alam semesta pada awalnya muncul sebagi reaksi terhadap landasan keagamaan dari tatanan sosial politik yang dianggap tidak boleh diganggu gugat di negeri-negeri besar di sekitarnya.[10] Di negeri Mesir kuno pada zaman kelahiran bangsa Israel pranata yang tak dapat berubah sudah menjadi hal yang tidak boleh dipertanyakan lagi. Raja Mesir Firaun menjalankan peran sebagai penjamin pranata itu. Maka semua orang harus tunduk kepadanya. Selanjutnya Allah memperkenalkan diri kepada Musa sebagai Yahwe. Allah yang setia yang membawa mereka keluar dari perbudakan dan memilih mereka sebagai umatNya. [11]

Alam semesta yang berjalan teratur menurut kaidah-kaidah logos atau akal budi bukanlah tujuan cerita penciptaan tersebut. Apa yang mau ditonjolkan adalah bahwa keteraturan alam semesta akan terjadi bila kehendak Allah ditaati, sebaliknya kemerosotan alam semesta bila kehendak Allah dilanggar. Ciptaan diberi tugas masing-masing antara lain: bumi bertugas untuk menghasilkan tumbuhan dan mahluk-mahluk hidup, benda-benda langit untuk mengatur musim. Jadi keteraturan alam semesta dijamin oleh kesetiaan Allah (Kej 8: 21;9:13-17). Kisah awal penciptaan digambarkan penuh kebaikan, keteraturan, keselarasan sebagaimana terdapat pada Kej 1 + 2. Selanjutnya diceritakan bahwa sebab musabab terpecah belahnya umat manusia diceritakan dalam kisah menara Babel yang diakibatkan oleh pembelotan ciptaan itu terhadap penciptanya (Kej 11). Kendati demikian pencipta masih ingin mengembalikan kelestarian melalui panggilan dan janji keturunan, tanah serta berkat kepada semua bangsa. Jelasnya tema dosa dan penebusan bersangkutpaut dengan kehancuran alam ciptaan dan pembaharuan ciptaan oleh Allah yang diteguhkan oleh Allah sendiri sebagaimana kita temui pada kisah Nuh (Kej 6-8). [12]

Dunia ini diciptakan sebagai tempat untuk hidup dan berinteraksi dengan alam yang merupakan kehendak Allah. Dalam pemberitaan Alkitab diceriterakan bahwa Tuhan telah menciptakan alam, organisme masing-masing-masing diberi kehidupan, karena semua yang dciptakan oleh Allah tersebut baik atau sempurna adanya. Dengan istilah sempurna ini maka situasi yang tersirat didalamnya adalah kesempurnaan dalam arti bahwa hubungan semua organisme dengan lingkungannya hidup dan terwujud dalam situasi yang harmonis dan lestari (semuanya hidup baik tanpa ada kerusakan).[13]

Dalam kitab PL mengenai penciptaan sebagaimana terdapat pada Kej. 1: 28 kita dapat membaca : “penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Titah Allah dalam ayat tersebut memberikan dan menyerahkan kepada manusia hak kekuasaan, hak pemerintahan dan hak pemeliharaan atas bumi dan segala isinya. Dibandingkan dengan ciptaan Tuhan lainnya khusus dari binatang-binatang, manusia memperoleh hak istimewa. Manusia diberikan Tuhan suatu kedudukan istimewa di atas semesta alam. Dalam perintah dan titah Tuhan kepada manusia sebagai mahkota dari ciptaan Tuhan itu, sudah termasuk kewajiban untuk memelihara, mengindahkan, menguasai dan menyelidiki dunia. Dengan kata lain: manusia ditugaskan  untuk melakukan kebudayaan dan pembangunan.

Dalam Kejadian 1:26 Allah mengatakan: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”. Allah berbicara dalam hal ini dalam bentuk jamak, yaitu ‘Kita’. Kita (manusia) tidak dapat menggambarkan Allah, Raja semesta alam yang bertahta di Surga, tanpa dewa sorgawi (bd Yes 6:5). Ada penafsir yang mengatakan, bahwa kata ‘kita’ dalam uraian Allah disini merupakan suatu ‘jamak kehormatan’ (plularis maiestaticus), dan ada juga seorang penafsir mengatakan bahwa pembicaraan Allah dalam ayat ini adalah pembicaraan Allah Tritunggal. Nampaknya gambaran yang dimaksudkan dalam pembicaraan pada ayat ini adalah sebagai pembicaraan Allah di dalam suatu upacara bersama rombonganNya di sorga.[14]

 

IV.             TINJAUAN PERJANJIAN BARU

Perjanjian Baru berpusat pada warta yang dibawakan dalam diri Yesus mengenai Kerajaan Allah. Pada pembukaan kitab Injil Yohanes dijelaskan tentang awal mula dan kemudian kedatangan Kristus sebagai terang yang menerobos kegelapan yang menjadi inti dunia semesta ini (Yoh 1:5,10;3:19;8:12-ff). Yohanes memperkenalkan Kristus sebagai Logos, Firman dan menggunakan lambang “Putra” bagi Kristus dan “Bapa” bagi Allah guna mengaktualkan kembali iman PL mengenai pencipta. Dengan demikian ditandaskan mengenai hubungan yang amat erat antara keduanya. Allah yang mengasihi dunia kini datang sendiri ke dunia. Bagi Yohanes, dunia semesta, kosmos, mengacu pada kawasan hidup manusia sejauh bertentangan dengan Allah (Yoh 12: 3; 16: 11; 1 Yoh 5: 19). Datangnya terang kedalam kawasan itu berarti kemenangan Kristus dan terjadinya ciptaan baru yang dipenuhi kedamaian.[15] Namun  ini baru akan sempurna pada akhir zaman nanti bila sorga dan bumi baru sepenuhnya lepas dari yang jahat dan maut, dan bila seluruh ciptaan bersatu akan bersatu padu memuji kebesaran Allah Pencipta (Wahyu 4: 8 – 11; 5: 13; 21: 1 – 14).

Dalam Rom 1 – 8 Paulus menjelaskan bahwa Allah pencipta dapat dikenal dari ciptaanNya. Namun manusia telah menolak sang pencipta dengan tidak mau menaatinya sehingga seluruh ciptaan menjadi rusak untuk itu manusia membutuhkan penebusan dan Allah mengutus Kristus  dan semua orang diajak untuk mengambil bagian dalam karya penebusan Kristus. Di dalam Kristus, Allah telah menaklukkan dunia dan dengan demikian Allah mengawali sejarah baru di dalam Kristus. Siapa yang ada di dalam Kristus ia adalah ciptaan baru (2 Kor 5: 17). Di dalam Kristus Allah telah kembali mengutuhkan hidup manusia. Paulus mengatakan bahwa Allah yang menciptakan jagad ini sebenarnya tidak berada jauh dari manusia, karena di dalamNya orang hidup, bergerak, dan ada (Kis. 17: 28). Bagi rasul itu, ciptaan muncul sewaktu Allah menjadikan dengan firmanNya apa yang tadinya tidak ada (Rom 4: 7).  Rencana Allah yaitu rencana yang dari semula telah ditetapkanNya di dalam Kristus sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di dalam Kristus  sebagai kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi (Ef. 1: 9-10; Kol 1: 15 - 16).[16]

Berbicara tentang ‘gambar Allah’ (imago Dei) dan ‘rupa Allah’ (similitudo Dei) seyogyanyalah kita lebih dahulu melihat akan Yesus Kristus, ‘gambar dan rupa’ Allah yang asli. Rasul Paulus menamakan Kristus ‘gambar Allah’ dalam 2 kor 4:4 dan Kol 1:15 dimana kata-kata Yunani yang bersangkutan adalah terjemahan sesuai dengan Kej 1:27. Sebutan “Kristus adalah gambar Allah” menunjukkan kesamaan dan keesaan hakiki antara Kristus dan Allah Bapa. Yesus Kristus telah memperlihatkan diri kepada kita, siapakah dan bagaimanakah Allah itu. Di dalam Yesus orang percaya itu segambar dengan Allah (Kol 3 :10). Biarpun janji ini akan kenyataan di dalam Kerajaan Allah di masa depan, tetapi dalam percaya akan Yesus Kristus, orang percaya itu sudah diperbaharui menjadi manusia yang serupa dengan Allah, menjadi manusia yang baru. Perlu kita tafsirkan lebih lanjut disini, apa arti menurut gambar dan menurut rupa Allah. Kesegambaran dan keserupaan Allah di sini bukanlah hanya mengenai ke-ada-an (existensi) manusia belaka, melainkan dalah mengenai tugas dan fungsi manusia. Kita lihat itu dalam Kej 1:28 dikatakan bahwa manusia itu hendaknya ‘menaklukkan dan menguasai ciptaan Allah, seperti kita telah membaca di atas tadi. Di sini kita lihat bahwa manusia mempunyai tanggungjawab yang besar.

Perjanjian Baru berkata-kata tentang Kristus sebagai ‘manusia sejati dan gambar Allah’ di atas bumi ini. Dalam kedudukan yang demikian, kepadaNya diberikan segala kuasa, baik di surga maupun di bumi (Mat 28:18). Dalam Efesus 1:10 Paulus mengingatkan bahwa segala sesuatu, baik yang terdapat di bumi atau yang terdapat di surga disatukanNya di bawah satu kepala yaitu Yesus Kristus. Allah memperdamaikan diriNya dengan segala sesuatu (Kolose 1). Memperdamaikan, mengimplikasikan pembebasan, demikian juga dikatakan dalam fasal-fasal yang lalu. Kalau begitu, apa yang dikatakan sebagai ‘penaklukan bumi’ itu, haruslah dipahami sebagai ‘pembebasan bumi melalui persekutuan denganNya’. Kalau Roma 8 berkata tentang seluruh ciptaan yang terikat dan yang ditaklukkan kepada kesia-siaan, tetapi yang dengan sangat rindu  menantikan ‘saat anak-anak Allah dinyatakan’, maka dalam perbuatan pendamaian yang dilakukan Allah itu, pembebasan telah berlaku. Alam semesta juga dibebaskan ( Rom 8:19-23). Manusia yang dipanggil ke dalam pendamaian dengan Allah, juga dipanggil untuk menempatkan alam semesta dalam relasi yang lebih bertanggungjawab dengan dirinya. Etika yang tadinya berupa perjuangan untuk ada, menurut istilah Moltmann, dimana prinsip eksploitasi, dominasi dan manipulasi diterapkan, harus dirubah menjadi etika keberadaan secara serasi dimana prinsip solidaritas dipraktekkan.[17]

Dalam pada itu barangkali juga harus dikatakan, bahwa ada hubungan yang sangat erat antara keadilan yang diberlakukan diantara manusia, dengan sikap yang lebih bertanggung jawab terhadap alam semesta. Dalam Hosea 4:1-3 diberitahukan kepada kita bahwa seluruh negeri akan berkabung dan seluruh penduduk akan merana, binatang-binatang di padang dan burung-burung di udara, bahkan ikan-ikan di laut akan mati lenyap karena tidak ada kesetiaan dan kasih. Sebaliknya yang ada hanyalah mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah, melakukan kekerasan dan penumpahan darah. Adapun yang terjadi disini adalah ketidakpedulian terhadap sesama manusia. Dan kalau manusia sudah tidak peduli lagi terhadap sesamanya, maka hampir dapat dipastikan bahwa ia juga tidak peduli kepada lingkungan alamnya. Pencemaran udara misalnya adalah salah satu bentuk ketidakpedulian terhadap lingkungan, sekaligus adalah juga ketidakpedulian terhadap kesehatan manusia. Solidaritas yang menipis terhadap sesama manusia juga tercermin dalam ketiadaan solidaritas terhadap alam semesta.

Prof. Birch dalam pandangannya secara Sakramental terhadap alam semesta, meletakkan tekanannya pada unsur-unsur yang peka daripada alam semesta ini. Ia bertanya:mengapa di padang pasir ada bunga tumbuh setelah hujan datang, padahal tidak ada manusia disana. Dari kejadian ini dapat kita liha bahwa dalam bunga itu juga terdapat suatu nilai. Hal ini hanya dapat kita pahami apabila kita mengakui bahwa ada nilai intrinsik yaitu nilai yang memang melekat pada ciptaan itu sendiri. Jadi bukan hanya manusia yang mempunyai nilai intrinsik. Nilai intrinsik dari bunga itu disebabkan oleh kepekaan reaktif terhadap lingkungan. Kepekaan bunga tersebut adalah rahasia yang tidak dapat diselami manusia. Dengan ini pula kita dapat memahami apa yang Yesus katakan: ‘Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal....’. Hal itu berarti bahwa bagi Allah setiap kehidupan itu mempunyai arti. Kesubyekan artinya bahwa setia kehidupan (tumbuhan, binatang, dll) mestinya dipandang sebagai subyek. Disamping itu juga bahwa setiap ciptaan itu mempunyai sifat yang saling berketergantungan (Maz 104). Manusia hanyalah satu dari sekian banyak kerikil di atas pantai kosmos. Jadi segala ciptaan tidak dapat hidup terpisah satu dengan yang lain.[18]

V.                REFLEKSI

Dunia sebagai hadiah Allah, sebagai ciptaan adalah baik dan menuntut pemeliharan dan perlindungan. Allah adalah pemberi hidup, dunia  yang diberikan, hadiah Allah yang indah termaksud manusia dan lingkungan yang membentuk identitas manusia seharusnya dilihat, diterima dan dilayani sebagai hadiah Allah. Di dalam Kristus, pencipta secara sempurna telah melayani dalam daging dan darah bukan hanya dalam kemanusiaan, tetapi dalam seluruh ciptaan.

Kristus datang ke dunia ini tidak sebagai seseorang yang dipaksakan masuk dari luar, tetapi sebagai firman Allah yang kekal yang olehNya segala sesuatu di buat dan didalamNya manusia akan diselamatkan. Kepercayan di dalam Allah pencipta termasuk pembuktian yang menetukan bahwa semua ciptaan adalah milik Allah, dan bahwa hakekat semua pikiran memilki pengetahuan tentan Allah walaupun tidak menyebut nama. Dicipta meniru gambar Allah, manusia dari iman lain atau tidak beriman sama sekali, mempunya pengalaman akan hakekat yang diberikan oleh beberapa kenyatan kudus yang paling sempurna, dengan mereka sendiri sebagaimana dengan kita pengalaman asal tersebut telah merusak dan telah samar. Jadi perdamaian dengan sang pencipta dan dengan ciptaan tidak datang melalui kekuasaan kemanusiaan alamiah, tetapi melalui Kristus saja.  Karena itu seluruh ciptaan di arahkan untuk memuji penciptanya, dan bahwa setiap mahluk hidup harus memberi jawaban kepada tugas yang menyatu dengan alam raya.

VI.              KESIMPULAN

Lingkungan hidup merupakan hasil dari prakarsa dari Allah. Oleh karena itu hal yang paling utama untuk diperhatikan adalah Firman Allah sendiri. Allah bukan hanya membuat langit dan bumi sebagai tempat berlindung dan berpijak, akan tetapi ada suatu jalinan yang erat yang disebut dengan rumah tangga yaitu suatu keluarga didalam suatu ciptaan yang tidak terpisahkan satu sama laiunnya. Itulah sebenarnya yang menjadi unsur utama tentang makna ekologis itu sendiri.

Hal ini tidak menunjuk kepada siapa yang paling kuat, dan siapa yang paling lemah, namun menunjuk kepada suatu keinginan untuk saling melindungi yang datang secara sendirinya. Keselarasan, kesempurnaan sebagai mana Allah menciptakan alam semesta dengan “ baik” akan terjadi ketikan setiap ekosistem menyadari untuk bertanggungjawab terlebih manusia itu sendiri. Mempertanggungjawabjkan bahwa alam ini merupakan suatu bagian dari perjanjian yang hadir pada zaman bapa leluhur dan tetap aktual pada zaman modern. Bahwa harus tetap dijaga dan dipertahankan walaupun kenyataannya pada era globalisasi ini kondisi lingkungan hidup sudah menjadi lebih buruk. Intinya setiap ekosistem harus memberi jawaban atas tugas yang diberikan dari Allah itu sendiri.

PENERAPAN:

Marilah kita menjaga lingkungan hidup, sebagai warga kerajaan Allah, warga negara yang baik dan warga bumi yang ikut serta menikmati apa yang ada di dunia harus ikut serta dalam menjaga lingkungan hidup agar tetap baik.

 

Daftar Pustaka

Andreas A. Yewangoe.,          Pendamaian” BPK-Gunung Mulia Jakarta,  

   1983

Victor Tinambunan.,               “Mewujudkan komunitas damai untuk semua”,   PGI          2007                              Wilayah  SUMUT dan Panitia Jubelium 50 tahun CCA Medan

S. Wismoady Wahono,            Tabah Melangkah, BPK Gunung Mulia , Jakarta

             1988

Dr. S.M. Siahaan,                    Perdamaian, Kemerdekaan dan Keadilan, LPP STT HKBP,

          1985                              Pematang Siantar,

Oxford Advanced Learner’s   Dictionary of current English, Oxford University Press,

         1995

Botterweck, G Johannes,        The Dictionary of The Old Testament Vol. II (USA: Publishing         1983                                 Company,  

Malcon Brownlee,                  Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, PT. BPK Gunung

1986                               Mulia ,Jakarta,

J. Banawiratma, dkk,              Hidup dunia Sukacita Allah, Kanisius, Yogyakarta,

1990

Pdt. Dr. Jaharianson Saragih, S.Th, M. Si,     Suara hati Anak Bangsa, Suara Kristiani Yang

2006                                                                    Esa Peduli Bangsa,

Wliiam A. Dryness,                Agar Bumi Bersukacita, PT. BPK Gunung Mulia Jakarta,

2004

Celia Deane-Drummond :       Teologi Dan ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta,              2006



[1] . Victor Tinambunan.,  “Mewujudkan komunitas damai untuk semua”, PGI Wilayah SUMUT dan Panitia Jubelium 50 tahun CCA, Medan Hal 171)

[2] . S. Wismoady Wahono, Tabah Melangkah, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1988

[3] . Dr. S.M. Siahaan, Perdamaian, Kemerdekaan dan Keadilan, LPP STT HKBP, Pematang Siantar, 1985

[4] . Oxford Advanced Learner’s Dictionary of current English, Oxford University Press, 1995

[5] . Botterweck, G Johannes, The Dictionary of The Old Testament Vol. II (USA: Publishing Company, 1983).

[6] . Gerhard, Kittel, Theological Dictionary of The New Testament (USA: Publishing Company, Grand Rapids Michigan, 1977).

[7] . William D. Mounce, The Analytical to the Greek New Testament, (Zondervan Publishing House, Michigan, 1992)

[8] . Andar Lumban Tobing, Ketika Aku Dalam Penjara, Grafina, Jakarta, 1986

[9] . idem

[10] . J. Banawiratma, dkk, Hidup dunia Sukacita Allah, Kanisius, Yogyakarta, 1990

[11] . Malcon Brownlee, Tugas Manusia Dalam Dunia Milik Tuhan, PT. BPK Gunung Mulia ,Jakarta, 1986

[12] . idem

[13] . idem

[14] . idem

[15] .  J. Banawiratma, dkk, Hidup dunia Sukacita Allah, Kanisius, Yogyakarta, 1990 hal 23

[16] .  Pdt. Dr. Jaharianson Saragih, S.Th, M. Si, Suara hati Anak Bangsa, Suara Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2006

[17] . Wliiam A. Dryness, Agar Bumi Bersukacita, PT. BPK Gunung Mulia Jakarta, 2004

[18] .  Celia Deane-Drummond : Teologi Dan ekologi, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar