MASIH
ADA KASIH DI PANTI KARYA HARAPAN SIANTAR
Selain enaknya rasa
kuliner kota Siantar, ada baiknya singgah di Panti asuhan atau Panti Karya
Harapan yang ada di Jalan Bali, Pematangsiantar tepatnya di depan Kampus USI.
Di sana kita akan melihat orang-orang yang masuk ke dalam panti dengan
ketentuan seperti orang tua yang sudah berumur 56 tahun ke atas.
Berbagai latar belakang
orang yang masuk ke panti ini: ada yang terlantar, diantar keluarga, datang
sendiri, ada yang ditarik oleh panti itu sendiri. Orang yang akan masuk ke
panti pada aturannya harus membawa surat pengantar tidak mampu, surat dari
Dinas sosial dan surat berbadan sehat. Namun dalam beberapa kasus seperti orang
yang terlantar tidak mungkin untuk membawa surat.
Menurut narasumber yang
kami wawancarai yaitu bapak Sabar Benget Sinambela (istri Br. Sitanggang) yang
bertugas sebagai pekerja sosial yang mengurus orang-orang tua itu, bahwa jumlah
penghuni panti jompo tidak diketahuinya dengan pasti tetapi bisa ditanyakan
kepada bagian administrasi, selain itu orang jompo juga sulit dihitung karena
jarang semua penghuni bisa berada di lokasi.
Bapak Sinambela
menerangkan: “Mereka boleh keluar sebentar, terkadang ada yang dijemput
keluarga. Namun sepengetahuan narasumber, ada sekitar 35 orang jompo, namun ada
10 orang yang kurang terima hidup di tempat ini. Dalam satu kamar mereka bisa
berjumlah 2-4 orang bahkan ada yang sampai 5 orang, itu sesuai dengan ukuran
luas kamar yang tersedia”.
Terangnya, “Awalnya
panti ini adalah panti sosial penampungan orang-orang korban peperangan yang
berdiri di Paneitongah berkisar tahun 1950-an. Tahun 1960 pindah ke Jln.
Sisingamangaraja, Sibatu-batu dan selanjutnya pindah lagi ke tempat sekarang.
Tahun 2010 panti ini
diberikan nama UPT Panti Karya Harapan tetapi di dalamnya ada panti jompo dan
digabung dengan tuna rungu dan tuna wicara. Panti ini merupakan tanggungan
Dinas Sosial milik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara” Jelas Pak Sinambela
lebih lanjut.
Penghuni panti jompo
yang paling tua berumur 96 tahun dan paling muda 48 tahun. Meskipun pada
aturannya yang masuk ke panti harus berumur 56 tahun ke atas, namun ada penghuni
yang masih berumur 48 tahun.
Hal ini disebabkan
karena toleransi yang diberikan oleh panti karena keluarga yang tidak ada lagi
maka datang ke tempat tersebut. Panti juga melonggarkan peraturan karena ini
adalah sosial dan tenggang rasa. Ada satu keluarga yaitu ibu dan anaknya yang
masih berumur 28 tahun tetapi anaknya juga seorang tuna grahita (kurang sehat
mental),”jelasnya.
Selain mewawancara
pengurus panti tersebut kami juga mewawancarai seorang penghuni panti jompo
yang bernama Jumain, orang Jawa, umur 56 tahun asal dari Medan, Padang Bulan,
dulu bekerja sebagai tukang bangunan.
Dia memiliki 4 orang
anak dan sudah 3 kali menikah. Istri pertama meninggal, kemudian dia sakit-sakitan
dan struk. Ia berpikir daripada menyusahkan anak-anaknya dia kawin lagi dengan
boru Pasaribu. Tetapi ternyata keluarganya cerai lagi. Setelah cerai maka dia
kawin lagi dengan istrinya yang baru.
Istri ketiganya juga
meninggalkan dia dan pergi ke Malaysia untuk bekerja sebagai Tenaga Kerja
Wanita (TKW). Istrinya tidak pernah pulang dan tidak ada kabar lagi. Demikian
juga anak-anaknya yang tidak tahu keberadaannya lagi.
Dan masih banyak lagi
pergumulan pribadi orang tua tersebut. Dia masuk ke panti jompo karena diantar
oleh keluarganya dari Bandar karena melihat tidak ada lagi yang mengurusnya.