PANCASILA
DAN PELANGGARAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA
Oleh:
Yeftalius Situmeang
Semua
elemen bangsa termasuk pemerintah dan masyarakat beragama perlu menghayati dan
mengevaluasi sudah sejauh mana Pancasila berperan untuk kebaikan negara ini
jika diperhadapkan terhadap kondisi kebebasan beragama di Indonesia.
Pancasila adalah dasar
dan falsafah Negara Indonesia. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan ditetapkan pada 18 Agustus
1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Pancasila juga salah
satu dari empat pilar kebangsaan selain dari UUD Negara RI 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Kebhinekaan. Disamping sebagai dasar negara,
Pancasila juga pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, alat pemersatu dalam kerukunan berbangsa,
serta sebagai pandangan hidup dalam kehidupan sehari-hari manusia di Indonesia.
Pancasila juga termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 1945. Jadi dapat
dilihat suatu benang merah bahwa Pancasila adalah sesuatu yang sangat penting
bagi Indonesia dan apabila Pancasila terlaksana dengan baik maka sesungguhnya
semua pihak akan damai sejahtera, tentram dan tidak ada yang dirugikan.
Pada waktu perumusan
Pancasila, tokoh-tokoh nasional seperti Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo
dan Ir. Soekarno terlebih dahulu berdiskusi dan bergumul. Kemudian mereka
sepakat bahwa bunyi
dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan
Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 dan hal ini tetap dipertahankan sampai
sekarang.
Pelanggaran kebebasan
beragama di Indonesia termasuk menciderai hakikat dan fungsi dari pancasila.
Jika Negara dan masyarakat Indonesia mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa maka
idealnya kita akan menjaga kebebasan beragama sebagai sarana untuk mengakui
adanya Tuhan Yang Maha Esa. Adanya pelanggaran menunjukkan peradaban di
Indonesia masih rendah karena tidak mampu hidup dalam pluralisme agama.
Ketidakmampuan itu akan menyulitkan persatuan Indonesia dan sistem demokrasi, justru
perbedaan agama menjadi salah satu alasan keributan di Indonesia. Jika begitu
keadaannya apakah masih sesuai dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia?
Bangsa Indonesia adalah
bangsa yang percaya akan adanya Tuhan. Terlepas dari iman dan kepercayaan umat masing-masing
agama terhadap Tuhan-nya, kita bisa melihat Indonesia dengan tegas menyatakan
bahwa bangsa ini beragama dan menolak paham ateisme. Negara ini pun mempunyai
Undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dalam Undang-undang Pasal 29
tentang Agama yang berbunyi: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Selain itu pelanggaran
agama juga menyimpang dari Pasal 28-E: (1) Setiap orang
bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
diwilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang
berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap
sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Realita
yang terjadi di Indonesia pasal itu belum tentu dirasakan oleh semua pihak
masyarakat Indonesia. Mengapa? Kita bisa melihat pelanggaran kebebasan beragama
dengan gamblang melalui media elektronik atau pun media cetak. Perlu ditegaskan
bahwa pembahasan ini bukan untuk menggeneralisasikan suatu agama sebagai pelaku,
namun pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh oknum dan
kelompok-kelompok tertentu yang dengan realita telah melakukannya di lapangan.
Menurut catatan Ketua Umum Forum Komunikasi
Kristiani Jakarta (FKKJ), yang juga menjabat sebagai Sekjen Indonesian
Committee of Religions for Peace (IComRP), Duta Besar Perdamaian (Ambassador
for Peace), Anggota Dewan Pengurus Asian Conference of Religions for Peace
(ACRP) yaitu Theophilus Bela menyebutkan dari bulan Januari hingga Mei 2013
saja sudah banyak pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia.
Berikut
ini adalah daftar
gereja-gereja dan lembaga gereja yang diganggu di Indonesia sejak Januari-Mei
2013 dan beberapa kejadian pada tahun 2012 yang berimbas sampai 2013. Gereja
Katolik Paroki Damai Kristus, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Akhir-akhir ini
gereja tersebut mendapat gangguan dari kelompok masyarakat yang menamakan diri
Forum Kerja sama Mesjid, Mushola dan Majelis Taklim (FKM3T) pimpinan Haji Toni,
Tommy, Wawat dan Uju Syaifuddin).
Ormas radikal lain yang terkait juga ikut mengganggu gereja
tersebut. Gangguan pertama terjadi pada hari Jumat (18/1) setelah sholat Jumat,
tetapi berhasil diredam oleh pihak Kepolisian yang menggiring massa ke kantor
kelurahan setempat.
Peristiwa yang sama terjadi lagi (15/2). Pihak pastor paroki
Romo Widyo dengan FKUB Jakarta Barat, tokoh-tokoh agama setempat dan pihak
Kepolisian telah membuat kesepakatan supaya peribadatan gereja dapat
berlangsung seperti biasa. Namun pada Minggu, 21 April 2013 ada lagi warga di sekitar
gereja berdemo menentang kehadiran gereja tersebut. Untuk menghindari gangguan-gangguan
itu mereka harus selalu menghubungi polisi.
HKBP Setu, Jalan MT Haryono Gang Wiryo, Rt 05/02 Desa Taman
Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi dengan Pdt. Torang Parulian Simanjuntak
dan Pdt. Ressort Pdt. Advent Nababan. Gereja sudah berdiri di lokasi sejak
tahun 1999 dan mempunyai jemaat sebanyak 568 jiwa.
Sejak Minggu, (20/1) gereja ini diganggu setiap hari Minggu
oleh massa yang terdiri dari Forum Umat Islam Taman Sari (FUIT) pimpinan Ustadz
Mela Mustafa; Kesatuan Aksi Muslim Bekasi (KAMSI) pimpinan KH Muhammad Dahlan
dan Front Anti Pemurtadan Bekasi Raya (FAPBR) pimpinan Ustadz Nanang Seno. Pada
saat kebaktian Minggu, (10/2) gereja ini hendak diserang oleh massa beringas
sebanyak 300 orang, namun berhasil dicegah oleh pasukan Brimob yang menggunakan
senjata tameng.
Peristiwa nahas juga terjadi pada tanggal 21/3, pihak Satpol
PP Kabupaten Bekasi telah merobohkan gereja tersebut dengan alat berat. Pembongkaran
paksa ini menuai protes dari warga gereja dan sejumlah Pendeta untuk menentang
penidasan atas gereja-gereja awal April lalu.
Sejumlah gereja yang mendapat perlakuan tidak adil yakni; Gereja
Banua Niha Keriso Protestan/BNKP atau Gereja Kristen Protestan Nias di Bandung
Kulon, Gereja HKBP Filadelfia di Jejalen, Tambun, Kabupaten Bekasi pimpinan
Pdt. Palti Panjaitan. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor. HKBP Perwira
Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi pimpinan Pdt. Hotman Sitorus. Gereja
disegel oleh Pemda Kota Bekasi bulan Februari tahun 2012. sehingga setiap hari
Minggu mereka mengadakan kebaktian di halaman terbuka di depan gereja. Ada 5
Gereja dilempari bom molotov di Makassar, Sulawesi Selatan.
GPdI di Desa Mekargalih, Kecamatan Jatinangor, Sumedang,
Jawa Barat yang dipimpin Pdt. Bernard Maukar dan Ibu Corry. Pada saat kebaktian
hari Minggu tanggal 27 Januari 2013 gereja diserang massa sekitar 50 orang.
Lalu pada (29/1) Pdt. Maukar ditahan oleh pihak Satpol PP. Kini Pdt. Maukar
ditahan 3 bulan dalam penjara karena tidak bisa membayar denda sebesar Rp 25.
juta dengan dakwaan pelanggaran pendirian dan penggunaan bangunan tanpa izin
dari Bupati.
Gereja lain yang mendapat gangguan; GPdI di Desa Tridadi,
Kabupaten Sleman, GPdI di Jatinangor, Sumedang, Gereja GPdI di Sleman,
Yogyakarta. Gereja Pantekosta Indonesia Rahmat di Kecamatan Karang Tanjung,
Kabupaten Pandeglang, GKI Gembrong Pos Jatibening Rt 07/04, Kelurahan Jatibening
Baru, Kecamatan Pondok Gede, GBI Taman Mutiara, Ruko Taman Mutiara Blok A/12 A,
Jalan Raya Serang Km 35, Desa Sumur Bandung, Kecamatan Cikande, Kabupaten
Tangerang, Banten. Gereja Kristen Alkitab Indonesia/GKAI di Sanggrahan, Solo,
Jawa Tengah. GPdI Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, GPdI Arawana di Desa
Kalirejo, Bojonegoro, Jawa Timur, Gereja Sidang Pantekosta di Indonesia di Desa
Getas, Blora, Jawa Tengah, GBI Rawakalong, Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten
Bekasi.
Selain itu, ada Katolik di kota Blitar, Jawa Timur pada
tanggal 11 Januari yang lalu mendapat surat peringatan dari Kementerian Agama
(Kemenag) Kantor Kota Blitar yang ditanda tangani oleh Kepala Kantor tersebut
yaitu Drs. H. Imam Muchlis MPd. Pihak Pemda menghendaki guru-guru agama lain
dari luar datang untuk mengajar agama di sekolah-sekolah Katolik tersebut.
Surat ancaman tersebut juga memberikan batas waktu yaitu tanggal 19 Januari
2013 dan kalau sekolah-sekolah Katolik itu tidak memenuhi tuntutan Pemda maka
sekolah-sekolah itu akan ditutup oleh Pemda setempat.
Tetapi semua ini bertentangan dengan pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tahun 2003 yang
mengatakan bahwa "Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis
masyarakat pada pendidikan formal dan non-formal sesuai dengan kekhasan agama,
lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat".
Karena sekolah-sekolah Katolik di Blitar dan dimanapun di
tanah air ini mempunyai kekhasan agama Katolik maka agama yang diajar dalam
sekolah tersebut tentu saja agama Katolik. Disamping sekolah Katolik di Blitar
ada lagi sebuah sekolah Katolik di Tegal, Jawa Tengah yang menghadapi masalah
yang sama tentang pengajaran agama non-Katolik di sekolahnya.
Inilah gambaran kehidupan beragama di Indonesia yang
berlandaskan Pancasila. gambaran yang sangat menyedihkan dan sangat jauh dari
isi yang terkandung dalam dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar