05 Agustus 2013

PANCASILA DAN PELANGGARAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA




PANCASILA DAN PELANGGARAN KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA
Oleh: Yeftalius Situmeang
            Semua elemen bangsa termasuk pemerintah dan masyarakat beragama perlu menghayati dan mengevaluasi sudah sejauh mana Pancasila berperan untuk kebaikan negara ini jika diperhadapkan terhadap kondisi kebebasan beragama di Indonesia.
Pancasila adalah dasar dan falsafah Negara Indonesia. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Pancasila juga salah satu dari empat pilar kebangsaan selain dari UUD Negara RI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Kebhinekaan. Disamping sebagai dasar negara, Pancasila juga pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, alat pemersatu dalam kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup dalam kehidupan sehari-hari manusia di Indonesia. Pancasila juga termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 1945. Jadi dapat dilihat suatu benang merah bahwa Pancasila adalah sesuatu yang sangat penting bagi Indonesia dan apabila Pancasila terlaksana dengan baik maka sesungguhnya semua pihak akan damai sejahtera, tentram dan tidak ada yang dirugikan.
Pada waktu perumusan Pancasila, tokoh-tokoh nasional seperti Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno terlebih dahulu berdiskusi dan bergumul. Kemudian mereka sepakat bahwa bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 dan hal ini tetap dipertahankan sampai sekarang.
Pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia termasuk menciderai hakikat dan fungsi dari pancasila. Jika Negara dan masyarakat Indonesia mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa maka idealnya kita akan menjaga kebebasan beragama sebagai sarana untuk mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Adanya pelanggaran menunjukkan peradaban di Indonesia masih rendah karena tidak mampu hidup dalam pluralisme agama. Ketidakmampuan itu akan menyulitkan persatuan Indonesia dan sistem demokrasi, justru perbedaan agama menjadi salah satu alasan keributan di Indonesia. Jika begitu keadaannya apakah masih sesuai dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya akan adanya Tuhan. Terlepas dari iman dan kepercayaan umat masing-masing agama terhadap Tuhan-nya, kita bisa melihat Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa bangsa ini beragama dan menolak paham ateisme. Negara ini pun mempunyai Undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dalam Undang-undang Pasal 29 tentang Agama yang berbunyi: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
Selain itu pelanggaran agama juga menyimpang dari Pasal 28-E: (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
            Realita yang terjadi di Indonesia pasal itu belum tentu dirasakan oleh semua pihak masyarakat Indonesia. Mengapa? Kita bisa melihat pelanggaran kebebasan beragama dengan gamblang melalui media elektronik atau pun media cetak. Perlu ditegaskan bahwa pembahasan ini bukan untuk menggeneralisasikan suatu agama sebagai pelaku, namun pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh oknum dan kelompok-kelompok tertentu yang dengan realita telah melakukannya di lapangan.
Menurut catatan Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), yang juga menjabat sebagai Sekjen Indonesian Committee of Religions for Peace (IComRP), Duta Besar Perdamaian (Ambassador for Peace), Anggota Dewan Pengurus Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) yaitu Theophilus Bela menyebutkan dari bulan Januari hingga Mei 2013 saja sudah banyak pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia.
            Berikut ini adalah daftar gereja-gereja dan lembaga gereja yang diganggu di Indonesia sejak Januari-Mei 2013 dan beberapa kejadian pada tahun 2012 yang berimbas sampai 2013. Gereja Katolik Paroki Damai Kristus, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Akhir-akhir ini gereja tersebut mendapat gangguan dari kelompok masyarakat yang menamakan diri Forum Kerja sama Mesjid, Mushola dan Majelis Taklim (FKM3T) pimpinan Haji Toni, Tommy, Wawat dan Uju Syaifuddin).
Ormas radikal lain yang terkait juga ikut mengganggu gereja tersebut. Gangguan pertama terjadi pada hari Jumat (18/1) setelah sholat Jumat, tetapi berhasil diredam oleh pihak Kepolisian yang menggiring massa ke kantor kelurahan setempat.
Peristiwa yang sama terjadi lagi (15/2). Pihak pastor paroki Romo Widyo dengan FKUB Jakarta Barat, tokoh-tokoh agama setempat dan pihak Kepolisian telah membuat kesepakatan supaya peribadatan gereja dapat berlangsung seperti biasa. Namun pada Minggu, 21 April 2013 ada lagi warga di sekitar gereja berdemo menentang kehadiran gereja tersebut. Untuk menghindari gangguan-gangguan itu mereka harus selalu menghubungi polisi.
HKBP Setu, Jalan MT Haryono Gang Wiryo, Rt 05/02 Desa Taman Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi dengan Pdt. Torang Parulian Simanjuntak dan Pdt. Ressort Pdt. Advent Nababan. Gereja sudah berdiri di lokasi sejak tahun 1999 dan mempunyai jemaat sebanyak 568 jiwa.
Sejak Minggu, (20/1) gereja ini diganggu setiap hari Minggu oleh massa yang terdiri dari Forum Umat Islam Taman Sari (FUIT) pimpinan Ustadz Mela Mustafa; Kesatuan Aksi Muslim Bekasi (KAMSI) pimpinan KH Muhammad Dahlan dan Front Anti Pemurtadan Bekasi Raya (FAPBR) pimpinan Ustadz Nanang Seno. Pada saat kebaktian Minggu, (10/2) gereja ini hendak diserang oleh massa beringas sebanyak 300 orang, namun berhasil dicegah oleh pasukan Brimob yang menggunakan senjata tameng.
Peristiwa nahas juga terjadi pada tanggal 21/3, pihak Satpol PP Kabupaten Bekasi telah merobohkan gereja tersebut dengan alat berat. Pembongkaran paksa ini menuai protes dari warga gereja dan sejumlah Pendeta untuk menentang penidasan atas gereja-gereja awal April lalu.
Sejumlah gereja yang mendapat perlakuan tidak adil yakni; Gereja Banua Niha Keriso Protestan/BNKP atau Gereja Kristen Protestan Nias di Bandung Kulon, Gereja HKBP Filadelfia di Jejalen, Tambun, Kabupaten Bekasi pimpinan Pdt. Palti Panjaitan. Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor. HKBP Perwira Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi pimpinan Pdt. Hotman Sitorus. Gereja disegel oleh Pemda Kota Bekasi bulan Februari tahun 2012. sehingga setiap hari Minggu mereka mengadakan kebaktian di halaman terbuka di depan gereja. Ada 5 Gereja dilempari bom molotov di Makassar, Sulawesi Selatan.
GPdI di Desa Mekargalih, Kecamatan Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat yang dipimpin Pdt. Bernard Maukar dan Ibu Corry. Pada saat kebaktian hari Minggu tanggal 27 Januari 2013 gereja diserang massa sekitar 50 orang. Lalu pada (29/1) Pdt. Maukar ditahan oleh pihak Satpol PP. Kini Pdt. Maukar ditahan 3 bulan dalam penjara karena tidak bisa membayar denda sebesar Rp 25. juta dengan dakwaan pelanggaran pendirian dan penggunaan bangunan tanpa izin dari Bupati.
Gereja lain yang mendapat gangguan; GPdI di Desa Tridadi, Kabupaten Sleman, GPdI di Jatinangor, Sumedang, Gereja GPdI di Sleman, Yogyakarta. Gereja Pantekosta Indonesia Rahmat di Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten Pandeglang, GKI Gembrong Pos Jatibening Rt 07/04, Kelurahan Jatibening Baru, Kecamatan Pondok Gede, GBI Taman Mutiara, Ruko Taman Mutiara Blok A/12 A, Jalan Raya Serang Km 35, Desa Sumur Bandung, Kecamatan Cikande, Kabupaten Tangerang, Banten. Gereja Kristen Alkitab Indonesia/GKAI di Sanggrahan, Solo, Jawa Tengah. GPdI Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, GPdI Arawana di Desa Kalirejo, Bojonegoro, Jawa Timur, Gereja Sidang Pantekosta di Indonesia di Desa Getas, Blora, Jawa Tengah, GBI Rawakalong, Setia Mekar, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Selain itu, ada Katolik di kota Blitar, Jawa Timur pada tanggal 11 Januari yang lalu mendapat surat peringatan dari Kementerian Agama (Kemenag) Kantor Kota Blitar yang ditanda tangani oleh Kepala Kantor tersebut yaitu Drs. H. Imam Muchlis MPd. Pihak Pemda menghendaki guru-guru agama lain dari luar datang untuk mengajar agama di sekolah-sekolah Katolik tersebut. Surat ancaman tersebut juga memberikan batas waktu yaitu tanggal 19 Januari 2013 dan kalau sekolah-sekolah Katolik itu tidak memenuhi tuntutan Pemda maka sekolah-sekolah itu akan ditutup oleh Pemda setempat.
Tetapi semua ini bertentangan dengan pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tahun 2003 yang mengatakan bahwa "Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non-formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat".
Karena sekolah-sekolah Katolik di Blitar dan dimanapun di tanah air ini mempunyai kekhasan agama Katolik maka agama yang diajar dalam sekolah tersebut tentu saja agama Katolik. Disamping sekolah Katolik di Blitar ada lagi sebuah sekolah Katolik di Tegal, Jawa Tengah yang menghadapi masalah yang sama tentang pengajaran agama non-Katolik di sekolahnya.
Inilah gambaran kehidupan beragama di Indonesia yang berlandaskan Pancasila. gambaran yang sangat menyedihkan dan sangat jauh dari isi yang terkandung dalam dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar