02 Desember 2014

PANCASILA DAN INDONESIA YANG BERKEADILAN

Persatuan Indonesia. Sila yang singkat, padat, jelas dan penuh makna ini sangatlah ampuh untuk merangkul persatuan di negeri plural. Persatuan Indonesia ditegaskan dalam UUD pasal 1 ayat 1 “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.
Sebagian alasan menyebutkan, kekecewaan, kecemburuan sosial, dan ketimpangan kesejahteraan membuat beberapa daerah menunjukkan sikap untuk mendirikan negara mereka sendiri (separatisme), diantaranya adalah Papua.
Dalam tahun 2013 beberapa kejadian sabotase dan penembakan oleh sekelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM), seperti tewasnya delapan prajurit TNI pada Februari lalu, dan banyak kasus lain. Selain itu, Banda Aceh yang ingin membuat bendera sendiri, dimana dapat mengganggu kedaulatan NKRI.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sila ini mengarah kepada sistem pemerintahan Demokrasi Indonesia, dimana rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pengambilan kebijakan pemerintahan.
Penulis melihat sila ke empat dan lima sangat berhubungan sebagai sebab akibat, karena kebijakan yang diperjuangkan pemerintah juga bertujuan untuk keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dan bersifat holistik (menyeluruh).
Salah satu kebutuhan publik baik pemerintah maupun masyarakat adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Ketetapan pemerintah menaikkan harga BBM sebagai bagian dari program meningkatkan anggaran subsidi BBM dari 193,8 triliun rupiah menjadi 209,9 triliun rupiah kurang tepat.
Program itu tidak mendidik karena akan membuat masyarakat Indonesia menjadi pemalas dan selalu mengharapkan bantuan. Kenaikan itu akan membuat masyarakat Indonesia lebih sengsara karena daya beli masyarakat akan berkurang sementara harga kebutuhan akan semakin naik. Lalu bagaimana pula itu akan dikatakan sebagai keadilan sosial? Itu merupakan harapan rakyat Indonesia pada umumnya.


Penegakan HAM merupakan persoalan pelik bangsa ini, yang hingga kini tidak memiliki cara yang jitu untuk diimplementasikan. Berbagai produk undang-undang yang telah diretaskan, bahkan telah diberlakukan, ternyata tidak bisa menjamin, semua warga mendapat perlakukan yang sama.
Kembali terdengar merdu, kicauan hati mendambakan sosok pemimpin Indonesia, yang mampu melaksanakan penegakan HAM bagi setiap warga. Tiada lagi pengecualian, semua masyarakat harus dapat hidup secara beradab dan sama di mata hukum
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, ini merupakan suatu cita-cita yang luhur dan juga didukung oleh Pembukaan UUD 1945. Secara tersirat sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini tampak mendominasi Pembukaan UUD 1945.
Dalam alinea pertama menyebut Indonesia ingin menghapus penjajahan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan. Salah satu cita-cita Indonesia dalam alinea kedua yaitu ingin mengantarkan rakyat Indonesia menjadi berdaulat, adil dan makmur.
Indonesia adalah bangsa yang beradab karena mempunyai tekad mewujudkan kehidupan kebangsaan yang bebas dan merdeka, visi itu terlihat dalam alinea ketiga. Dan lebih nyata lagi dalam alinea terakhir Indonesia bermaksud memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang Hak Asasi Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam konsiderans bahwa yang dimaksud HAM, seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalam penegakan HAM tersebut harus bersifat obyektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia. Apabila kita merenungkannya, sungguh indahnya hidup di negeri ini. Kasus penembakan di LP Cebongan yang menewaskan empat tahanan itu memperlihatkan peradaban hukum di Indonesia sangat menakutkan meskipun Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengklarifikasi bahwa ini bukanlah pelanggaran HAM.


Mungkin ini kicau kecil dari sanubari yang ingin merasakan kemerdekaan dalam menjalankan agamanya, karena itu merupakan dasar dari kepribadian bangsa ini, yang terkandung dalam Pancasila, sila pertama dan diwujudkan nyatakan itu dalam UUD 45 pasal 29.
Sebagai perenungan dalam momen bulan lahirnya Pancasila. Marilah kita sejenak melihat beberapa peristiwa mencolok yang tidak sinkron dengan tujuan pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ketuhanan Yang Maha Esa, pasal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang percaya akan adanya Tuhan. Terlepas dari iman dan kepercayaan umat masing-masing agama terhadap Tuhan-nya. Kita bisa melihat beberapa hal penekanan akan pentingnya pasal ini, diantaranya Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa bangsa ini beragama dan menolak paham ateisme.
Indonesia adalah negara yang mencantumkan agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan hampir pada semua pengisian formulir yang bersifat formal. Negara ini pun mempunyai Undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dalam Undang-undang Pasal 29 tentang Agama yang berbunyi:
“(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”
Realita yang terjadi di Indonesia, pasal itu belum tentu dirasakan oleh semua pihak masyarakat Indonesia. Mengapa? Dari Januari hingga Juni 2013 saja sudah banyak pelanggaran di Indonesia.
Diantaranya adalah HKBP Setu, Kabupaten Bekasi yang mengalami peristiwa nahas (21/3), pihak Satpol PP Kabupaten Bekasi telah merobohkan gereja tersebut dengan alat berat. Hal tersebut menuai protes dari banyak Pendeta, mereka berdemonstrasi menentang penidasan atas gereja-gereja awal April lalu.
Selain itu ada HKBP Filadelfia, pimpinan Pdt Palti Panjaitan. Sekarang gereja tersebut sering mengadakan kebaktian protes di depan Istana Merdeka setiap hari Minggu bersama Gereja GKI Yasmin Bogor.
Kini Pdt Palti Panjaitan telah memimpin sebuah jaringan kerja sama kelompok-kelompok minoritas yang tertindas di negeri ini yang disebut SOBAT KBB termasuk kelompok minoritas Islam Ahmadiyah dan Kelompok Syiah dan masih banyak kasus lain.
Anehnya akhir Mei lalu, SBY menerima penghargaan negarawan atau World Statesman Awards 2013 oleh Appeal of Conscience Foundation (ACF) dari New York, Amerika Serikat. Penghargaan tersebut biasa diberikan kepada para tokoh yang telah berjasa bagi penegakan toleransi di sebuah negara, padahal banyak kasus pelanggaran yang diabaikannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar