Persatuan Indonesia. Sila yang singkat, padat, jelas dan penuh makna
ini sangatlah ampuh untuk merangkul persatuan di negeri plural.
Persatuan Indonesia ditegaskan dalam UUD pasal 1 ayat 1 “Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.
Sebagian
alasan menyebutkan, kekecewaan, kecemburuan sosial, dan ketimpangan
kesejahteraan membuat beberapa daerah menunjukkan sikap untuk mendirikan
negara mereka sendiri (separatisme), diantaranya adalah Papua.
Dalam
tahun 2013 beberapa kejadian sabotase dan penembakan oleh sekelompok
Organisasi Papua Merdeka (OPM), seperti tewasnya delapan prajurit TNI
pada Februari lalu, dan banyak kasus lain. Selain itu, Banda Aceh yang
ingin membuat bendera sendiri, dimana dapat mengganggu kedaulatan NKRI.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. Sila ini mengarah kepada sistem pemerintahan Demokrasi
Indonesia, dimana rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga
rakyat harus ikut serta dalam pengambilan kebijakan pemerintahan.
Penulis
melihat sila ke empat dan lima sangat berhubungan sebagai sebab akibat,
karena kebijakan yang diperjuangkan pemerintah juga bertujuan untuk
keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dan bersifat holistik
(menyeluruh).
Salah satu kebutuhan publik baik pemerintah maupun
masyarakat adalah Bahan Bakar Minyak (BBM). Ketetapan pemerintah
menaikkan harga BBM sebagai bagian dari program meningkatkan anggaran
subsidi BBM dari 193,8 triliun rupiah menjadi 209,9 triliun rupiah
kurang tepat.
Program itu tidak mendidik karena akan membuat
masyarakat Indonesia menjadi pemalas dan selalu mengharapkan bantuan.
Kenaikan itu akan membuat masyarakat Indonesia lebih sengsara karena
daya beli masyarakat akan berkurang sementara harga kebutuhan akan
semakin naik. Lalu bagaimana pula itu akan dikatakan sebagai keadilan
sosial? Itu merupakan harapan rakyat Indonesia pada umumnya.
Penegakan HAM merupakan persoalan pelik bangsa ini, yang hingga kini
tidak memiliki cara yang jitu untuk diimplementasikan. Berbagai produk
undang-undang yang telah diretaskan, bahkan telah diberlakukan, ternyata
tidak bisa menjamin, semua warga mendapat perlakukan yang sama.
Kembali
terdengar merdu, kicauan hati mendambakan sosok pemimpin Indonesia,
yang mampu melaksanakan penegakan HAM bagi setiap warga. Tiada lagi
pengecualian, semua masyarakat harus dapat hidup secara beradab dan sama
di mata hukum
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, ini merupakan suatu
cita-cita yang luhur dan juga didukung oleh Pembukaan UUD 1945. Secara
tersirat sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini tampak mendominasi
Pembukaan UUD 1945.
Dalam alinea pertama menyebut Indonesia ingin
menghapus penjajahan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan. Salah
satu cita-cita Indonesia dalam alinea kedua yaitu ingin mengantarkan
rakyat Indonesia menjadi berdaulat, adil dan makmur.
Indonesia
adalah bangsa yang beradab karena mempunyai tekad mewujudkan kehidupan
kebangsaan yang bebas dan merdeka, visi itu terlihat dalam alinea
ketiga. Dan lebih nyata lagi dalam alinea terakhir Indonesia bermaksud
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam
bidang hukum, bangsa Indonesia telah mewujudkan Undang-undang Hak Asasi
Manusia yaitu UU No. 39 Th.1999. Sebagaimana terkandung dalam
konsiderans bahwa yang dimaksud HAM, seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalam
penegakan HAM tersebut harus bersifat obyektif dan benar-benar
berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan martabat manusia. Apabila
kita merenungkannya, sungguh indahnya hidup di negeri ini. Kasus
penembakan di LP Cebongan yang menewaskan empat tahanan itu
memperlihatkan peradaban hukum di Indonesia sangat menakutkan meskipun
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengklarifikasi bahwa ini
bukanlah pelanggaran HAM.
Mungkin ini kicau kecil dari sanubari yang ingin merasakan
kemerdekaan dalam menjalankan agamanya, karena itu merupakan dasar dari
kepribadian bangsa ini, yang terkandung dalam Pancasila, sila pertama
dan diwujudkan nyatakan itu dalam UUD 45 pasal 29.
Sebagai
perenungan dalam momen bulan lahirnya Pancasila. Marilah kita sejenak
melihat beberapa peristiwa mencolok yang tidak sinkron dengan tujuan
pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ketuhanan Yang
Maha Esa, pasal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang percaya akan adanya Tuhan. Terlepas dari iman dan kepercayaan umat
masing-masing agama terhadap Tuhan-nya. Kita bisa melihat beberapa hal
penekanan akan pentingnya pasal ini, diantaranya Indonesia dengan tegas
menyatakan bahwa bangsa ini beragama dan menolak paham ateisme.
Indonesia
adalah negara yang mencantumkan agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP)
dan hampir pada semua pengisian formulir yang bersifat formal. Negara
ini pun mempunyai Undang-undang yang mengatur kebebasan beragama dalam
Undang-undang Pasal 29 tentang Agama yang berbunyi:
“(1) Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”
Realita yang
terjadi di Indonesia, pasal itu belum tentu dirasakan oleh semua pihak
masyarakat Indonesia. Mengapa? Dari Januari hingga Juni 2013 saja sudah
banyak pelanggaran di Indonesia.
Diantaranya adalah HKBP Setu,
Kabupaten Bekasi yang mengalami peristiwa nahas (21/3), pihak Satpol PP
Kabupaten Bekasi telah merobohkan gereja tersebut dengan alat berat. Hal
tersebut menuai protes dari banyak Pendeta, mereka berdemonstrasi
menentang penidasan atas gereja-gereja awal April lalu.
Selain itu
ada HKBP Filadelfia, pimpinan Pdt Palti Panjaitan. Sekarang gereja
tersebut sering mengadakan kebaktian protes di depan Istana Merdeka
setiap hari Minggu bersama Gereja GKI Yasmin Bogor.
Kini Pdt Palti
Panjaitan telah memimpin sebuah jaringan kerja sama kelompok-kelompok
minoritas yang tertindas di negeri ini yang disebut SOBAT KBB termasuk
kelompok minoritas Islam Ahmadiyah dan Kelompok Syiah dan masih banyak
kasus lain.
Anehnya akhir Mei lalu, SBY menerima penghargaan
negarawan atau World Statesman Awards 2013 oleh Appeal of Conscience
Foundation (ACF) dari New York, Amerika Serikat. Penghargaan tersebut
biasa diberikan kepada para tokoh yang telah berjasa bagi penegakan
toleransi di sebuah negara, padahal banyak kasus pelanggaran yang
diabaikannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar