28 Januari 2014

PENYULUHAN HIV/AIDS DI HKBP TAPIAN NAULI



PENYULUHAN HIV/AIDS DI HKBP TAPIAN NAULI
            Dalam rangka memperingati Hari HIV/AIDS sedunia yang jatuh pada setiap 1 Desember dan sebagai kepedulian terhadap seorang warga Dusun V di kampung Sahata, Batubara, yang baru-baru ini meninggal akibat HIV/AIDS sekaligus untuk mengantisipasi timbulnya HIV/AIDS bagi masyarakat lain. HKBP Tapian Nauli, Ressort Labuhan Ruku, Distrik XIII Asahan Labuhan Batu meminta supaya di gereja mereka diadakan penyuluhan/penerangan HIV/AIDS. Gereja yang terletak di Desa Sei Muka, Kec. Talawi, Kab. Batubara  ini dilayani oleh Pdt M. Marbun dan Cal. Gr Rikardo Silitonga.
            Nicholaston Purba, pemuda setempat, NHKBP Tanah Datar, mahasiswa STT HKBP Pematangsiantar, memprakarsai kegiatan ini sekaligus mengajak orang-orang yang peduli tentang HIV/AIDS diantaranya Erlina Pardede dari Komite Nasional Lutheran Worlf Federation (KN-LWF) dan Pendeta HKBP, Pdt Sumurung Samosir Harianja sebagai pembicara. Rombongan yang ikut melayani Fernando Sihotang, M. Sianturi, Murdani Manullang dan Yeftalius Situmeang. Kunjungan ini juga menghadirkan L. Purba dan Br. Manurung, penderita HIV/AIDS yang turut melayani dan memberi kesaksian. Warga Jemaat HKBP Tapian Nauli cukup serius dan banyak remaja yang mengikuti seminar ini dan bertanya tentang HIV/AIDS.
            Keadaan HIV/AIDS di Dusun V dan VII cukup memprihatinkan, dimana di desa itu sudah ada terdeteksi tujuh rumah tangga terjangkit HIV/AIDS. Dalam penyuluhan itu Ibu E. Pardede menekankan supaya masyarakat sekitar jangan mengasingkan (mendiskriminasi) orang-orang yang menderita HIV/AIDS tetapi mereka membutuhkan perhatian dan semangat. Gereja bekerja untuk menghilangkan stigma atau pandangan yang buruk terhadap pasien.
            Masyarakat perlu mendapat pengenalan dan pengetahuan tentang HIV/AIDS supaya dapat mencegah terjangkitnya HIV/AIDS. Masyarakat juga perlu mengenal gejala-gejala penyakit HIV/AIDS supaya mendapatkan penanganan meskipun saat ini belum ada obat yang menyembuhkan penyakit itu. Banyak korban yang tidak tahu bahwa ternyata ia sudah mengidap. Masyarakat dan jemaat Gereja perlu sadar apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh terjadi pada saat berhadapan dengan orang yang mengidap HIV/AIDS.
            Melalui kesempatan itu ibu E. Pardede menerangkan bahwa HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit karena kekurangan sistem kekebalan tubuh. Virus HIV/AIDS banyak terdapat di dalam darah, sperma, cairan vagina, dan sedikit pada air liur dan ASI.
Penularannya terjadi bila jumlah HIV dalam darah cukup tinggi. Sedangkan cara penularannya dapat terjadi melalui hubungan seksual (hetero/homo), transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang telah tercemar HIV, janin seorang ibu yang positif terkena HIV. Perlu juga mewaspadai bahwa HIV/AIDS dapat menyerang orang tua, orang muda, anak-anak dan dapat menyerang siapapun tanpa melihat pekerjaan ataupun status sosialnya.
            Tindakan yang dapat kita lakukan antara lain: turut menyebarluaskan pengetahuan dan informasi yang benar kepada masyarakat, menjauhi narkoba dan seks bebas, menolak tindakan yang beresiko tertular HIV, transfusi darah yang harus steril, menggunakan suntik atau pisau cukur yang steril dan hanya dipakai untuk diri sendiri, menggunakan kondom bila perlu. Selain itu jangan mengucilkan orang-orang yang mengidap HIV karena virus tidak akan menyebar lewat hubungan sosial serta mereka juga perlu dukungan moril.

Pdt Sumurung Samosir juga setuju dengan pendapat pembicara pertama bahwa orang-orang yang sudah terjangkit HIV bukan untuk disingkirkan. Jika ada yang menyingkir dari orang yang menderita seperti itu mirip dengan seorang Imam dan Lewi yang meninggalkan orang yang kena rampok dan aniaya padahal mereka melihatnya sedangkan orang Samaria mau membantu. HIV/AIDS terjangkit bukan karena mendekat kepada pasien tetapi melalui gaya hidup yang sering ke tempat-tempat PSK sangat beresiko. Oleh karena itu masyarakat jangan sembarangan melakukan hubungan seks untuk mengurangi resiko terjangkit HIV/AIDS.(Yeftalius Situmeang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar