HKBP
PANSURNATOLU BUTUH PERHATIAN
HKBP
Gontingmahe, Resort Naipospos, Distrik IX Sibolga – Tapteng – Nias ini terletak
di jalan Sibolga-Barus KM 28,5 Desa Gontingmahe, Kec. Sorkam, Kab. Tapanuli
Tengah. Gereja ini dilayani oleh Pdt. Salomo Panjaitan, M.Th. Belum lama ini, NHKBP
Gontingmahe melakukan kunjungan gerejawi (Kasih) ke HKBP Pansurnatolu, Resort
Naipospos yang dipimpin oleh seorang Sintua sekaligus menjadi Pimpinan Jemaat,
St. U. Situmeang.
Rombongan NHKBP Gontingmahe berangkat sejak pukul 7.00 WIB
dengan berjalan kaki mendaki gunung dan sampai di Pansurnatolu pada pukul 10.00
WIB. Pada pukul 11.00 WIB – 12.00 rombongan mengikuti ibadah. Usai kebaktian
minggu NHKBP Gontingmahe dijamu makan siang.
Yeftalius
Situmeang NHKBP Gontingmahe, mahasiswa STT HKBP Pematangsiantar memprakarsai kegiatan
yang didukung pimpinan jemaat St. Esmar Purba bersama parhalado. Bahkan beberapa sintua
ikut dalam kunjungan diantaranya St. A. Situmeang, St. S. br. Hutagalung dan
St. J. Br. Aritonang, S.Pd. Rombongan Naposobulung yang ikut berjumlah 22
orang, yakni: Yeftalius Situmeang, Alfourida Situmeang, Hanawin Silaban, Maulia
Panggabean, Anjani Hutabarat, Anisa Situmeang, Maria Silaban, Dosma Nababan,
Gunawan Hutabarat, Adoka Hutauruk, Fernando Simanjuntak, Ayudamayanti
Situmeang, Bosma Simanjuntak, Ester Simanjuntak, Sari Hutagalung, Tanti
Situmeang, Juli Hutabarat, ditambah dengan 2 orang Anak Sekolah Minggu yaitu
Josua Frans Simanjuntak dan Chris John Situmeang beserta 1 orang Ama yang ikut
dalam rombongan adalah A. Simanjuntak.
HKBP Pansurnatolu adalah sebuah gereja kecil yang terletak di
desa Pansurnatolu, Kec. Sorkam, Kab. Tapanuli Tengah. Secara geografis, HKBP
Pansurnatolu ini berada di daerah pegunungan (dolok) dengan ketinggian kurang
lebih 1866 Meter Di atas Permukaan Laut (DPL). Pansurnatolu disebut juga dengan
Dolok Pantis namun lebih kenal dikenal Pansurnatolu. Desa ini berpenduduk
sebanyak 52 Kepala Keluarga (KK).
Rute jalan yang harus ditempuh adalah masuk dari Simpang Tiga,
Gontingmahe menuju Desa Pangambatan, melewati pematang sawah yang merupakan
kaki gunung Pansurnatolu. Setelah melewati sawah tersebut maka kita akan
menjumpai sebuah jembatan yang menghubungkan sawah dengan jalan menuju Desa
Pansurnatolu. Jarak dari Desa Pangambatan ke HKBP Pansurnatolu ada sekitar 6,5
Kilometer. Jika kita berjalan kaki dengan irama perjalanan yang sedang atau
tidak terburu-buru dan tidak terlalu santai maka akan menghabiskan waktu 3 jam,
dan jika kita naik kendaraan maka waktu yang terpakai hanya sekitar 30 menit.
Di sepanjang
perjalanan kita akan menghirup udara segar karena banyaknya pohon di sekitar
kita. Selain itu dari jalan dengan ketinggian tertentu kita sudah bisa
memandang birunya laut dan pegunungan yang berbaris-baris. Kita juga akan menemukan
beberapa gubuk; tempat para pekerja ladang seperti penyadap karet, petani, dan
penyadap aren (tuak) menginap atau yang sering mereka sebut gudang.
Pansurnatolu
mempunyai medan yang mengasyikkan dan menantang dikarenakan jalan yang tanjakan
dan belum di aspal, jalan yang licin ketika hujan datang dan terkadang longsor
menutupi atau mengganggu ruas jalan.
Memang sepeda motor dan mobil sudah bisa masuk ke desa ini,
namun sulitnya medan perjalanan yang harus ditempuh membuat orang enggan berkendara
sampai ke desa ini. Biasanya orang yang berkendara ke daerah tersebut adalah
orang yang sudah terlatih dan berani atau sudah mengetahui bentuk jalan diantaranya
penduduk setempat, pekerja ladang dan sesekali pengusaha yang ingin mengangkut
hasil alam seperti karet, durian dari desa tersebut. Mata pencaharian penduduk
desa ini adalah bertani, menyadap karet, mengambil kayu, dsb.
HKBP
Pansurnatolu sendiri, nyaris tidak dikenal sama sekali tidak ada menyangka ada
HKBP di Pansurnatolu. “Ai adong do hape HKBP
di Pansurnatolu?.”
Gereja ini berdiri 14 Maret 1974 pemekaran HKBP Dolok Pantis.
Jumlah anggota jemaat kala itu, 16 KK, jumlah ini terus berkurang. namun dalam dinamika
perkembangannya jumlah jemaat terus berkurang. Bahkan ada ke gereja
(denominasi) lain secara massal/bersamaan, sehingga jemaat yang tinggal hanya 6
KK. Dari enam KK itu ada lagi yang pindah pada beberapa waktu lalu. Hingga
berita ini diturunkan jumlah jemaat yang ada hanya 4 KK, yang terdiri dari 4
orang Kaum Bapak, 5 orang Kaum Ibu, Pemuda 2 orang, Pemudi 2 orang, Anak
Laki-laki 1 orang dan Anak Perempuan 2 orang. Itupun dalam kebaktian setiap
minggu tidak semua jemaatnya hadir.
Ketika kunjungan NHKBP Gontingmahe jemaat yang ada hanya 10
orang yang terdiri dari 3 orang Kaum Bapa, 5 orang Kaum Ibu, 1 orang Anak
Sekolah Minggu ditambah dengan 1 orang Sintua sekaligus menjadi pimpinan jemaat
yakni St. U. Situmeang.
U. Situmeang menjelaskan alasan pindah, karena gereja-gereja
lain bertumbuh di desa ini. Selain itu ada iuran untuk pembangunan gereja dan iuran
lain sehingga anggota jemaat berpikiran banyak pengeluaran di HKBP Pansurnatolu.
Ada juga karena perbedaan pilihan dalam Pilkada beberapa waktu lalu.
Dari segi fasilitas, gereja ini juga sangat mengharukan. Fasilitas
dalam gereja tidak lah menentukan iman jemaat, tetapi setidaknya fasilitas yang
ada bisa membantu jemaat dalam melakukan kebaktian. Dalam kunjungan NHKBP
Gontingmahe, ada beberapa hal yang kami lihat tidak ada dalam gereja ini tetapi
ada dalam gereja lain secara umumnya yakni papan nama gereja, Salib yang biasanya
diletakkan di Altar, Gambar Tuhan Yesus yang belum ada dan tempat persembahan
(durung-durung) yang dipakai adalah bekas kaleng susu yang sudah usang.
Keadaan
demikian memotivasi NHKBP Gontingmahe untuk mengunjungi saudara seiman dan
se-Resort Naipospos. Mereka juga sangat merindukan kunjungan-kunjungan dari
gereja lain. HKBP Pansurnatolu tetap berjuang supaya jemaatnya tidak berkurang
dan berusaha supaya gereja mereka maju. Jika pada masa kini masalah yang sering
dihadapi oleh Gereja di perkotaan adalah masalah kebebasan beragama seperti
penyegelan paksa gereja, pengrusakan dan pembongkaran, dan masalah Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) maka masalah yang sering dihadapi oleh Gereja di pedesaaan
adalah kesepian. Tentunya masih banyak Gereja yang perlu perhatian khusus.
Jumlah bukanlah salah satunya penentu perkembangan suatu Gereja, namun iman
jemaat kepada Tuhan lah yang paling utama. Iman itu akan terlihat dari buah
kehidupan yang baik sebagai refleksi atas rasa syukur kepada Tuhan.(YEFTALIUS
SITUMEANG)