11 September 2013

HKBP PANSURNATOLU BUTUH PERHATIAN




HKBP PANSURNATOLU BUTUH PERHATIAN
            HKBP Gontingmahe, Resort Naipospos, Distrik IX Sibolga – Tapteng – Nias ini terletak di jalan Sibolga-Barus KM 28,5 Desa Gontingmahe, Kec. Sorkam, Kab. Tapanuli Tengah. Gereja ini dilayani oleh Pdt. Salomo Panjaitan, M.Th. Belum lama ini, NHKBP Gontingmahe melakukan kunjungan gerejawi (Kasih) ke HKBP Pansurnatolu, Resort Naipospos yang dipimpin oleh seorang Sintua sekaligus menjadi Pimpinan Jemaat, St. U. Situmeang.
Rombongan NHKBP Gontingmahe berangkat sejak pukul 7.00 WIB dengan berjalan kaki mendaki gunung dan sampai di Pansurnatolu pada pukul 10.00 WIB. Pada pukul 11.00 WIB – 12.00 rombongan mengikuti ibadah. Usai kebaktian minggu NHKBP Gontingmahe dijamu makan siang.
            Yeftalius Situmeang NHKBP Gontingmahe, mahasiswa STT HKBP Pematangsiantar memprakarsai kegiatan yang didukung pimpinan jemaat St. Esmar Purba bersama parhalado. Bahkan beberapa sintua ikut dalam kunjungan diantaranya St. A. Situmeang, St. S. br. Hutagalung dan St. J. Br. Aritonang, S.Pd. Rombongan Naposobulung yang ikut berjumlah 22 orang, yakni: Yeftalius Situmeang, Alfourida Situmeang, Hanawin Silaban, Maulia Panggabean, Anjani Hutabarat, Anisa Situmeang, Maria Silaban, Dosma Nababan, Gunawan Hutabarat, Adoka Hutauruk, Fernando Simanjuntak, Ayudamayanti Situmeang, Bosma Simanjuntak, Ester Simanjuntak, Sari Hutagalung, Tanti Situmeang, Juli Hutabarat, ditambah dengan 2 orang Anak Sekolah Minggu yaitu Josua Frans Simanjuntak dan Chris John Situmeang beserta 1 orang Ama yang ikut dalam rombongan adalah A. Simanjuntak.
HKBP Pansurnatolu adalah sebuah gereja kecil yang terletak di desa Pansurnatolu, Kec. Sorkam, Kab. Tapanuli Tengah. Secara geografis, HKBP Pansurnatolu ini berada di daerah pegunungan (dolok) dengan ketinggian kurang lebih 1866 Meter Di atas Permukaan Laut (DPL). Pansurnatolu disebut juga dengan Dolok Pantis namun lebih kenal dikenal Pansurnatolu. Desa ini berpenduduk sebanyak 52 Kepala Keluarga (KK).
Rute jalan yang harus ditempuh adalah masuk dari Simpang Tiga, Gontingmahe menuju Desa Pangambatan, melewati pematang sawah yang merupakan kaki gunung Pansurnatolu. Setelah melewati sawah tersebut maka kita akan menjumpai sebuah jembatan yang menghubungkan sawah dengan jalan menuju Desa Pansurnatolu. Jarak dari Desa Pangambatan ke HKBP Pansurnatolu ada sekitar 6,5 Kilometer. Jika kita berjalan kaki dengan irama perjalanan yang sedang atau tidak terburu-buru dan tidak terlalu santai maka akan menghabiskan waktu 3 jam, dan jika kita naik kendaraan maka waktu yang terpakai hanya sekitar 30 menit.
            Di sepanjang perjalanan kita akan menghirup udara segar karena banyaknya pohon di sekitar kita. Selain itu dari jalan dengan ketinggian tertentu kita sudah bisa memandang birunya laut dan pegunungan yang berbaris-baris. Kita juga akan menemukan beberapa gubuk; tempat para pekerja ladang seperti penyadap karet, petani, dan penyadap aren (tuak) menginap atau yang sering mereka sebut gudang.
            Pansurnatolu mempunyai medan yang mengasyikkan dan menantang dikarenakan jalan yang tanjakan dan belum di aspal, jalan yang licin ketika hujan datang dan terkadang longsor menutupi atau mengganggu ruas jalan.
Memang sepeda motor dan mobil sudah bisa masuk ke desa ini, namun sulitnya medan perjalanan yang harus ditempuh membuat orang enggan berkendara sampai ke desa ini. Biasanya orang yang berkendara ke daerah tersebut adalah orang yang sudah terlatih dan berani atau sudah mengetahui bentuk jalan diantaranya penduduk setempat, pekerja ladang dan sesekali pengusaha yang ingin mengangkut hasil alam seperti karet, durian dari desa tersebut. Mata pencaharian penduduk desa ini adalah bertani, menyadap karet, mengambil kayu, dsb.
            HKBP Pansurnatolu sendiri, nyaris tidak dikenal sama sekali tidak ada menyangka ada HKBP di Pansurnatolu. “Ai adong do hape HKBP di Pansurnatolu?.”
Gereja ini berdiri 14 Maret 1974 pemekaran HKBP Dolok Pantis. Jumlah anggota jemaat kala itu, 16 KK, jumlah ini terus berkurang. namun dalam dinamika perkembangannya jumlah jemaat terus berkurang. Bahkan ada ke gereja (denominasi) lain secara massal/bersamaan, sehingga jemaat yang tinggal hanya 6 KK. Dari enam KK itu ada lagi yang pindah pada beberapa waktu lalu. Hingga berita ini diturunkan jumlah jemaat yang ada hanya 4 KK, yang terdiri dari 4 orang Kaum Bapak, 5 orang Kaum Ibu, Pemuda 2 orang, Pemudi 2 orang, Anak Laki-laki 1 orang dan Anak Perempuan 2 orang. Itupun dalam kebaktian setiap minggu tidak semua jemaatnya hadir.
Ketika kunjungan NHKBP Gontingmahe jemaat yang ada hanya 10 orang yang terdiri dari 3 orang Kaum Bapa, 5 orang Kaum Ibu, 1 orang Anak Sekolah Minggu ditambah dengan 1 orang Sintua sekaligus menjadi pimpinan jemaat yakni St. U. Situmeang.
U. Situmeang menjelaskan alasan pindah, karena gereja-gereja lain bertumbuh di desa ini. Selain itu ada iuran untuk pembangunan gereja dan iuran lain sehingga anggota jemaat berpikiran banyak pengeluaran di HKBP Pansurnatolu. Ada juga karena perbedaan pilihan dalam Pilkada beberapa waktu lalu.
Dari segi fasilitas, gereja ini juga sangat mengharukan. Fasilitas dalam gereja tidak lah menentukan iman jemaat, tetapi setidaknya fasilitas yang ada bisa membantu jemaat dalam melakukan kebaktian. Dalam kunjungan NHKBP Gontingmahe, ada beberapa hal yang kami lihat tidak ada dalam gereja ini tetapi ada dalam gereja lain secara umumnya yakni papan nama gereja, Salib yang biasanya diletakkan di Altar, Gambar Tuhan Yesus yang belum ada dan tempat persembahan (durung-durung) yang dipakai adalah bekas kaleng susu yang sudah usang.

Keadaan demikian memotivasi NHKBP Gontingmahe untuk mengunjungi saudara seiman dan se-Resort Naipospos. Mereka juga sangat merindukan kunjungan-kunjungan dari gereja lain. HKBP Pansurnatolu tetap berjuang supaya jemaatnya tidak berkurang dan berusaha supaya gereja mereka maju. Jika pada masa kini masalah yang sering dihadapi oleh Gereja di perkotaan adalah masalah kebebasan beragama seperti penyegelan paksa gereja, pengrusakan dan pembongkaran, dan masalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) maka masalah yang sering dihadapi oleh Gereja di pedesaaan adalah kesepian. Tentunya masih banyak Gereja yang perlu perhatian khusus. Jumlah bukanlah salah satunya penentu perkembangan suatu Gereja, namun iman jemaat kepada Tuhan lah yang paling utama. Iman itu akan terlihat dari buah kehidupan yang baik sebagai refleksi atas rasa syukur kepada Tuhan.(YEFTALIUS SITUMEANG)